Senin, 16 Juni 2014

Rahasia Kopi Berbuah Sepanjang Tahun

Berbagai ujicoba dilakukan petani kopi di Kabupaten Lampung Barat (Lambar), Provinsi Lampung untuk mendongkrak produksi. Termasuk mengatasi penurunan produksi akibat cuaca lebih banyak hujan saat kopi berbunga.

Dengan melakukan pemupukan empat kali setahun dan sistem tanam ala Brasil, tanaman kopi milik I Gusti Made Suryanata, petani di Pekon (desa-red) Karangagung, Kec. Way Tenong, Lambar, berbuah sepanjang tahun. Produksinya stabil meski diguyur hujan saat kopi berbunga.

Kepada AGRINA, pekan lalu, mantan penyuluh pertanian ini mengungkap hasil eksperimennya di kebun kopinya seluas seperempat hektar yang ditanami 500 batang tanaman. Bibit kopi tersebut berasal dari klon kopi Robusta BP435 atau petani menyebutnya dengan klon Tugusari hijau.

Teknis Budidaya

“Buah kopi merah yang bijinya dua, saya semaikan dan bibitnya itu yang saya tanam setelah dibesarkan di polybag selama 4 bulan,” ujar Made, begitu ia akrab disapa, mengawali cerita eksprimennya.

Jarak tanam ia adopsi dari sistem Brasil. Jarak dalam baris, 1 m x 1 m, sedangkan jarak antarbaris  6 m x 6 m. Selain memudahkan pemupukan dan penyemprotan, jarak lebar antarbaris untuk tumpangsari dengan cabai, terong, jahe, dan tanaman palawija lainnya guna menambah pendapatan. Lalu tanaman ini tidak menggunakan pohon pelindung, seperti umumnya tanaman kopi di Tanah Air.

Setelah bibit ditanam, Made menggunakan campuran NPK Mutiara sebanyak tiga  karung dan Mutiara biru satu karung. Campuran pupuk ini ditebar 4 kali setahun, yaitu Oktober/November, Februari/Maret, April/Mei, dan terakhir Juli/Agustus. Agar cepat diserap akar, pupuk ditebar di sekitar tanaman yang digali sedalam 10 cm. Untuk mencegah serangan cacing akar, ke dalam pupuk tadi juga dicampurkan insektisida Furadan.

Selain NPK, Made juga menyemprotkan pupuk multi Provit hijau dan Provit merah dari PT Meroke Tetap Jaya. Dosisnya seperempat kilo untuk sekali penyemprotan setiap dua minggu. Provit hijau berfungsi merangsang dan menyuburkan tunas. Sementara Provit merah agar putik kopi berkembang sempurna. Bahkan penyemprotan ini juga mencegah serangan kumbang penggerek buah dan batang. Lalu, juga ikut disemprotkan Yara Vita-Tripholeta untuk merangsang pembungaan serta Grand K agar bunga tidak mudah rontok dan merah serentak.

Hasil Memuaskan

Dengan ekseprimen tersebut, tanaman Made sudah mulai berbuah pada umur 18. Pengaruh hujan saat kopi berbunga relatif kecil dibandingkan kopi yang hanya dipupuk dua kali atau sekali setahun yang bunganya rontok mencapai 40% - saat diguyur hujan. Pada dua tahun pertama, produksi buah kopinya  mencapai 1 kuintal dan tahun lalu melonjak hingga 1 ton.

Menurut Made, “Dengan pemupukan empat kali setahun dan disemprot dua kali sebulan ini, kopi bisa berbuah sepanjang tahun dengan produksi mencapai 4 hingga 5 ton/ha. Dengan harga jual biji kopi kering saat ini Rp20 ribu/kg, maka petani bisa membawa pulang Rp80 juta hingga Rp100 juta/ha. Padahal biaya yang dibutuhkan untuk memupuk dan menyemprot hanya Rp8 juta/ha.

Berdasarkan eksperimen itu, Made menyimpulkan, berapa banyak buah kopi tergantung dari berapa cukup makanannya. Lalu yang membuat kopi berbuah sepanjang tahun adalah penyemprotan. Alasannya, beberapa batang kopi yang tidak dilakukan penyemprotan, hanya berbuah sekali setahun, meski dipupuk empat kali setahun.

Pola pemupukan yang dilakukan Made mulai diadopsi para anggota Kelompok Tani (Poktan) Putra Dewata dan Poktan Utama Jaya, Pekon Sukajaya yang selama ini dibinanya. Hanya karena NPK Mutiara dan Mutiara biru harganya di atas Rp400 ribu/karung, maka petani menggunakan pupuk Urea dan Phonska subsidi.

Contoh bagi Petani

Pengurus Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) Daerah Lampung yang mengunjungi kebun percobaan Made, pekan lalu, mengakspresiasi upaya mantan PPL ini. Menurut Muchtar Lutfie, Ketua Kompartemen Perencanaan, Penelitian dan Pengembangan AEKI Lampung, kebun percobaan Made bisa menjadi contoh bagi petani kopi di Lampung dan daerah sentra kopi lainnya.

Muchtar berjanji akan membawa petani kopi dari Kabupaten Kerinci, Provinsi Jambi ke kebun percobaan ini. “Jadi setelah mereka mengikuti pelatihan budidaya kopi di Pusat Pengembangan dan Penyuluhan Kopi milik AEKI di Hanakau, Lampung Barat nantinya akan dibawa untuk melihat dari dekat keberhasilan kebun percobaan ini,” ujar Muchtar didampingi Humas AEKI Azischan Satib.

Menurut Muchtar, dengan biaya sebanyak Rp8 juta atau hanya 4 kuintal kopi untuk mendapatkan produksi 4 ton/tahun cukup murah. “Dengan harga kopi Rp20 ribu/kg, maka jika produksinya 4 ton ‘kan petani masih bisa menggunakan Rp72 juta untuk kebutuhan lainnya. Saya pikir ini penghasilan yang luar biasa,” ungkap Muchtar. Ia berharap, petani kopi lainnya bisa mengadopsi sistem budidaya kopi yang dikembangkan Made guna meningkatkan produksi kebunnya.

Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung)

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain