Jumat, 12 Januari 2024

Ini Solusi Sawit dalam Kawasan Hutan

Ini Solusi Sawit dalam Kawasan Hutan

Foto: Dok. AGRINA
Kebun sawit yang masuk dalam kawasan hutan dilakukan dengan pengenaan sanksi administrasi

Status lahan terindikasi masuk kawasan hutan menjadi salah satu kendala utama pekebun untuk ikut program PSR kini mulai terlihat solusinya.
 
Persyaratan untuk mengikuti Program Peremajaan Sawit Rakyat (PSR) semakin dikurangi. Namun, sampai saat ini masih banyak pekebun yang mengeluh kesulitan mengajukan dana PSR, terutama karena status lahan mereka terindikasi masuk kawasan hutan.
 
“Sebanyak 84 dari 100 pengajuan pekebun untuk menjadi peserta PSR gagal akibat lahan mereka terindikasi masuk kawasan hutan,” ungkap Gulat M.E. Manurung, Ketua Umum DPP Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) dalam acara Pertemuan Nasional Petani Sawit Indonesia di Jakarta, 6 Desember 2023. Mewakili para anggotanya, Gulat tak segan melontarkan kesulitan tersebut dengan lantang dalam berbagai kesempatan.
 
"Kami hanya minta yang 5 ha ke bawah, penguasaan lahan 5 tahun ke atas bisa ikut PSR sehingga BPDPKS (Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit) nggak kelabakan terus tiap tahun mencapai target yang sudah digariskan Presiden Jokowi, 180 ribu ha/tahun," terangnya.
 
Gulat meminta agar para petani sawit tidak perlu mengurus ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Namun, cukup dengan Surat Edaran Menteri LHK yang menghapuskan status kawasan hutan pada lahan sawit rakyat maksimal seluas 5 ha. Ia juga mendesak KLHK untuk memberikan keputusan bahwa tahun 2024 lahan sawit rakyat yang 5 ha ke bawah itu pengusahaannya tidak lagi harus meminta surat KLHK untuk pengajuan PSR.
 
"Saya mengatakan itu karena undang-undang, bukan peraturan gubernur, bukan peraturan bupati, atau peraturan camat, tapi itu undang-undang (UUCK) mengatakan 5 ha ke bawah, penguasaan 5 tahun ke atas clear dari kawasan hutan. Itu yang kami minta," tandasnya. Lantas, bagaimana perkembangan solusi masalah tersebut?
 
 
Gerakan KLHK
 
Dalam acara yang sama, Ir. M. Said, MM, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat (PKTHA), Ditjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Hidup, KLHK menjabarkan langkah-langkah penyelesaiannya.
 
Mengutip data Kementan, dari 16,38 juta ha kebun sawit, sebanyak 3.374.041 ha berada di kawasan hutan. Rinciannya, menurut Data Sawit Hasil Rekonsiliasi Nasional 2019, seluas 91.074 ha di hutan konservasi (HK), 155.119 ha hutan lindung, 501.572 ha di hutan produksi tetap (HP), 1.497.421 ha di hutan produksi terbatas (HPT), dan 1.128.854 ha di hutan produksi yang bisa dikonversi (HPK).
 
“Dari data Kementan, kami belum mempunyai data yang akurat berapa banyak kebun rakyat  yang beririsan dengan kawasan hutan 3,37 juta ha. Sejak 2015 kami telah berupaya mencari solusinya,” ujar Said di hadapan para petani anggota Apkasindo dari 22 provinsi 156 kabupaten dari Sabang sampai Merauke tersebut.
 
Pada 2015, lanjut dia, keluar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 104 Tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan. Namun dalam perkembangannya, tidak banyak membantu penyelesaian masalah tersebut. Kemudian, lahir Perpres No. 88/2017 Tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah Dalam Kawasan Hutan dan Perpres No. 86/2018 untuk menyelesaikan permasalahan penguasaan tanah oleh masyarakat termasuk kebun sawit yang masih berada di dalam kawasan hutan.
 
 
 
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 355 terbit Januari 2024 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain