Minggu, 7 Januari 2018

Peternak Masih Harap-harap Cemas

Produksi susu segar dalam negeri masih tergolong rendah. Selain kemitraan, peternak menanti penerapan regulasi.
 
 
Bisnis sapi perah di Indonesia mengalami stagnasi selamabeberapa tahun terakhir. Problemnya cukup klasik, kebutuhan nasional masih jauh belum tercukupi oleh produksi susu segar dalam negeri (SSDN).
 
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, dari total kebutuhan nasional untuk Industri PengolahanSusu (IPS) yang mencapai 4,5 juta ton selama 2017, produksi lokal hanya menyanggupi 864,6 ribu ton. Selebihnya 3,65 juta ton harus diimpordalambentuksusububuk.
 
Ketua Asosiasi Peternak Sapi Perah Indonesia (APSPI), Agus Warsito, menjabarkan, produksi susu segar di Tanah Air belum bisa mengimbangi kebutuhan susu nasional.
 
Sejauh ini untuk mencukupi kebutuhan nasional, IPS masih sangatbergantung pada bahanbakuimpor. “Kontribusi susu segar dari peternak rakyat saat ini mungkin tidak lebih dari 18% dari kebutuhan nasional, selebihnya terpaksa impor,” papar peternak asal Semarang, Jawa Tengah, ini kepada AGRINA, Rabu (3/1).
 
 
Masalah di Sektor Hulu
 
Menurut Agus, harga jualsusu segar yang dipatokindustri masih terlalu rendah dan kurang menguntungkanbagipeternak. Pasalnya, daya tawar peternak lemahakibat struktur pasar yang tidak sempurna.
 
Ia mengungkap, susu segar dari peternak dihargai Rp4.000/liter – Rp4.500/liter. Memang, ada di beberapa tempat peternak yang memperolehRp5.000/liter.Hargaini masih kalah saing dengan susu impor yang lebih murah Rp2.000/liter.
 
Senada dengan Agus, peternak sapi perah asal Dusun Cikur, Desa Kalipucang, Kec. Tutur, Kab. Pasuruan, Jawa Timur, Ahmad Hofit mengutarakan, untuk susu dengan kualitas bagus dihargai Rp5.000/liter oleh koperasi.
 
Sementara yang kualitas biasa diberi harga Rp4.800/liter. Selama 2017, produktivitas sapi perah miliknya berada di angka 10 liter/ekor/hari. Ke depannya, “Harus optimis untuk menaikkan produktivitas menjadi 15 liter/ekor/hari,” ujar pria kelahiran 1992 inimenyemangatidiri.
 
Di sisi lain, mengutip data statistik peternakan 2016, Direktur Industri Minuman, Hasil Tembakau, dan Bahan Penyegar, Ditjen Industri Agro, Kementerian Perindustrian, Abdul Rochim mengakui, populasi sapi perah di Indonesia relatif masih sedikit.
 
Ada sekitar 267 ribu ekor sapi laktasi dari total 533 ribu ekor sapi perah. Produktivitas sapi perah pun masih tergolong rendah, yakni 8 – 12 liter/ekor/hari. “Idealnyaproduktivitas minimal adalah 15 liter/ekor/hari,” cetusnya.
 
Rochim lanjut menuturkan, permasalahan sapi perah ada di hulu (on farm) dan di industri (off farm). Belum lagi jaminan kualitas susu yang dihasilkan. Bahan padatan susu (Total Solid - TS)  masih dibawah 11,3% dan kandungan bakteri (Total Plate Count - TPC) masih di atas 10 juta/mL, jauhmelebihistandar yang mestinya di bawah1 juta/mL.
 
Selain itu, imbuh Agus, peternakan sapi perah di Indonesia didominasi skalakecildengankepemilikan2-3 ekor sapi. Mayoritas aktivitaspeternakhanya sebagai sambilan dan belum berorientasi agribisnis. Padahal, berdasarkan perhitungan skala ekonomis, peternak minimal memelihara 8-10 ekor dalamkeadaanlaktasi (memproduksisusu). Artinya, beternak menjadi pekerjaan utama, bukan sekadar sambilan.
 
 
Pola Kemitraan
 
Hofit menyatakan, kemitraan menjamin produksi susu miliknya bisa terserap oleh IPS. Saat ini, mahasiswa Jurusan Peternakan Universitas Islam Malang, Jawa Timur, ini, bermitra dengan Koperasi Setia Kawan di desanya. Dari koperasi tersebut, susu kemudian disalurkan ke IPS.
 
Agusberharap, pola kemitraan dengan IPSdapatmelindungi peternak.Syaratnya, arah kemitraan saling menguntungkan dan saling membutuhkan. Kemitraan memberi kepastian bagi IPS terkait volume, kualitas, dan kontinuitas pasokan susu segar dari peternak.
 
Sementara bagi peternak, ada jaminan susu segarnya terserap oleh IPS. Ia mencatat, dulunya pasokan SSDN dari peternak sempat mencapai angka 40% dari kebutuhan nasional, sayangnya sekarang hanya menyentuh angka 17%-18%.
 
Saatini sebanyak 95% SSDN sudah terserap IPS. Namun dari 60 lebih IPS, hanya 14 perusahaan yang menyerap SSDN, baik melalui integrasi pabrik dengan peternakan mandiri atau merangkulkoperasi atau peternak.
 
Belum lama ini, Heru Prabowo, Head of Dairy Farm PT Greenfields Indonesia mengungkapkan, Greenfields menginisiasi program kemitraan dengan nama Greenfields Dairy Institute (GDI). Industrisusuterintegrasi yang berlokasi di Gunungkawi, Kab. Malang danWlingi, Blitar, keduanya di JawaTimur, bertujuanmeningkatkan produktivitas serta kualitas susu yang dihasilkan peternak.
 
Dalam kurun waktu 10 tahun, terangHeru, program ini akan mengembangkan keterampilan 5.000 peternak muda dalam meningkatkan produktivitas mereka. “Kemitraan ini sekaligus bermaksud untuk meningkatkan pendapatan dan taraf hidup peternak sapi perah rakyat,” harap Heru.
 
 
Try Surya Anditya

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain