Sabtu, 7 Juli 2018

Unjuk Gigi Drone di Sektor Pertanian

Sektor pertanian kini sudah memanfaatkan drone untuk pemetaan hingga deteksi kesehatan tanaman.
 
 
Bukan cuma bagi penyuka fotografi dan pembuatan film, kini pelaku bisnis pertanian juga sudah menggunakan drone. Di Indonesia, sektor perkebunan makin gencar menggunakan drone terutama untuk pemetaan. Di samping itu, penyemprotan pestisida atau pupuk cair untuk tanaman yang secara manual berisiko bagi kesehatan pekerja, bisa diminimalkan dengan penggunaan drone. 
 
Johannes Soekidi, Managing Director PT Halo Indah Permai, distributor drone di Jakarta, mengatakan, tren penggunaan drone untuk pertanian terus meningkat. “Sektor perkebunan sebenarnya sudah ada yang menggunakan drone untuk pemetaan tapi belum populer. Tapi tahun ini, perkembangan permintaan drone sudah sangat terlihat,” ujarnya.
 
 
Pertanian Presisi
 
Sektor perkebunan besar di Indonesia sudah banyak yang menggunakan drone. Salah satunya, seperti perkebunan nanas swasta terkemuka di Indonesia yang memiliki kebun di Lampung. Perusahaan ini terus berinvestasi teknologi yang mengarah ke pertanian presisi. Untuk perkebunan nanas, pengairan tidak boleh terlalu banyak tapi juga jangan sampai kekurangan. Takaran air harus pas. Jadi, pengelolaan air sangat penting.
 
Sebelum mengambil keputusan melakukan drainase, pengelola kebun terlebih dahulu menganalisis  potensi air di perkebunan. Di sini, drone berfungsi sebagai pembawa kamera untuk mengambil foto udara. “Dari foto udara, kita bisa melihat potensi daerah-daerah yang tergenang air. Kita juga bisa tahu ke mana arah aliran air,” terang Dwi Okiyanto, UAV-GIS Department Manager PT Great Giant Pineapple yang ditemui AGRINA pada acara diskusi panel di Jakarta (24/5). 
 
Hasil foto yang ditambah dengan kamera inframerah bisa diolah lebih lanjut untuk menentukan kesehatan tanaman. Saat ini Dwi masih terus mendalami informasi yang didapat dari hasil foto udara. Contoh seperti saat tanaman nanas yang kekurangan air ketika musim kemarau, foto akan menunjukkan daun yang berwarna merah. Tapi saat terserang virus yang terbawa kutu putih (mealybug), hasil yang didapatkan juga sama, daunnya berwarna merah. “Hasil foto udaranya berupa penampakan warna dan bentuk. Masih ada keterbatasan tapi kita terus explore,” papar Dwi.
 
Di perkebunan yang satu hamparannya berpopulasi sekitar 70 ribu tanaman nanas, tentu tidak mudah menentukan tanaman mana yang kebutuhan nutrisinya sudah sesuai standar. Dengan drone yang dilengkapi sensor kamera infra merah, foto udara yang dihasilkannya bisa digunakan untuk analisis kebutuhan pemupukan. Jadi, penggunaan pupuk tidak dipukul rata dan lebih tepat sasaran.
 
Selain mengurus kebun, Dwi juga sempat dipercaya atasannya untuk menghitung jumlah sapi milik grup perusahaan. Sapi-sapi digiring keluar kandang, selanjutnya dihitung menggunakan drone. Jadi drone juga bermanfaat pada sektor peternakan.
 
Menurut Dwi, untuk meraih pertanian yang benar-benar presisi, memang butuh waktu dan modal yang kuat. Saat ini, perusahaan tempat ia bernaung baru mengaplikasikan 15% pertanian presisi. “Data yang didapat dari hasil drone ini merupakan data dasar untuk melakukan tahapan-tahapan berikutnya,” alumnus Faperta Unbraw, Malang. Karena pertanian presisi memanfaatkan teknologi artinya perusahaan juga harus mengeluarkan modal yang besar untuk mendapatkan setiap komponen teknologi tersebut.
 
 
Pemetaan
 
Selain di kebun nanas, drone juga memudahkan pemetaan di perkebunan kelapa sawit. Pemetaan di kebun sawit amat penting terkait lokasinya sama sekali tidak boleh berada di kawasan hutan. Untuk membuktikan lahan perkebunannya tidak berada di lokasi terlarang dan sekaligus kelengkapan sertifikasi sawit berkelanjutan, pemilik bisa memanfaatkan drone dengan mengambil foto udara.
 
Sebelumnya, pemetaan di atas perkebunan terbilang mahal dan berisiko. Pasalnya, metode pemetaan itu masih menggunakan pesawat beserta pilotnya yang terbang langsung di atas perkebunan. Sedangkan dengan teknologi drone, pesawat tanpa awak ini bisa terbang dan dikendalikan oleh pilot di darat dari tempat yang lebih aman.
 
Jenis sensor atau kamera juga sangat menentukan kualitas foto udara. “Dengan visual Red Green and Black (RGB) kita bisa mendapatkan perhitungan pokok tanaman,” jelas Johannes yang juga pernah bekerja di perusahaan konsultan perkebunan kelapa sawit. Umumnya, perkebunan kelapa sawit memperbarui data pemetaan tiga bulan sekali.
 
Dengan penggunaan drone, analisis data dapat dilakukan lebih cepat dan akurat. Sehingga, pengambilan keputusan untuk operasional perkebunan bisa diambil secara tepat. Selain menghitung tanaman pokok, analisis foto bisa lebih detail lagi sampai mengidentifikasi perbedaan konten klorofil pada daun dan kanopi.
 
Di samping perhitungan pokok tanaman, drone yang dilengkapi visual RGB, BGNIR, dan RGNIR mampu mengukur diameter daun tanaman dan melihat performa setiap blok tanaman pun mudah. Dengan tambahan kamera multispektral, foto udara bisa merefleksikan kesehatan tanaman dan mengukur variasi kanopi.
 
Gambar ini akan memberikan data mengenai tingkat stres tanaman di pertengahan dan akhir masa pertumbuhan. “Data ini untuk melengkapi data laboratorium juga supaya lebih akurat,” jelas alumnus Binus 2011 itu. Jika hanya menggunakan sensor BGNIR, foto udara akan menunjukkan informasi mengenai jalur air di area tanaman. 
 
 
Drone dan Sensor
 
Teknologi kamera yang dibawa drone juga menentukan hasil foto udara. DJI, pioner produsen drone dan sistem fotografi udara di dunia, memiliki drone dan kamera khusus untuk sektor pertanian. Di Indonesia, Halo Robotics merupakan satu-satunya distributor resmi DJI Enterprise. 
 
Untuk pasar Indonesia, Halo Robotics menawarkan empat jenis drone untuk pemetaan. Beberapa tipe drone dan multirotor ini memiliki keunggulan yang berbeda. Salah satunya, yaitu DJI M200. Tipe ini merupakan drone kuat dan ringan yang mengantongi sertifikat waterproof IP43. Drone ini berjangkauan maksimal 7 km, mampu membawa beban maksimal 1,34 kg, dan lama terbang 13-38 menit.
 
Untuk mendapatkan informasi pemetaan dan kesehatan tanaman, hasil fotonya bergantung pada jenis kamera atau sensor dan perangkat lunak yang digunakan. Ada beberapa jenis sensor yang dipasang dalam mengambil gambar, yaitu kamera visual, 3-channel multi-spectral, 5-channel advance multi-spectral, thermal IR, hyper-spectral, dan lidar.
 
Dari pengalaman mengambil foto udara di kebun sawit, Johannes mengatakan, posisi matahari sangat mempengaruhi hasil pemetaan. “Matahari pagi, siang dan sore kan berbeda. Bayangan bisa jatuh di kanan, kiri, dan tengah. Nah kita menggunakan kamera multispektral untuk menyeragamkan semua hasil foto,” papar pemuda kelahiran 1989 yang jeli melihat prospek bisnis perkembangan industri drone di Indonesia itu.
 
 
Galuh Ilmia Cahyaningtyas, Syatrya Utama
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain