Selasa, 4 April 2023

Waspada AI Marak Kembali!

Waspada AI Marak Kembali!

Foto: istock.com
Produsen obat hewan siap memproduksi vaksin AI strain baru

Indonesia berpeluang cuan dengan ekspor vaksin strain terbaru ke mancanegara.
 
 
Dunia tengah berperang menghadapi serangan penyakit flu burung atau Avian Influenza (AI) clade 2.3.4.4b. Penyakit H5N1 varian anyar itu menyebabkan gelombang kematian jutaan unggas ternak dan kawanan unggas liar di banyak negara mulai dari Asia, Afrika, Eropa, hingga Amerika. AI clade 2.3.4.4b pun ditengarai bisa mengganggu ketahanan pangan global terhadap ketersediaan protein hewani berbasis unggas.
 
Indonesia perlu waspada karena flu burung varian terbaru ini sudah masuk dan menyerang bebek pedaging pada Mei 2022. Tidak hanya berisiko menurunkan produksi unggas, ketahanan pangan nasional juga semakin terancam karena ketergantungan impor grand parent stock (GPS) yang rawan terinfeksi AI.
 
 
Seluk-beluk
 
Kepada AGRINA, Teguh Y. Prajitno bercerita, H5N1 clade 2.3.4.4b merupakan virus Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) yang bisa bertahan, menginfeksi unggas air, bermigrasi, dan terdiseminasi secara cepat karena bertahan di tubuh unggas air liar. Clade 2.3 yang kerap disebut clade bebek atau virus bebek ini bisa menginfeksi silang ayam petelur dan broiler.
 
Virus H5N1 varian baru mulai beredar pada 2021 akibat percampuran virus H5N8 dengan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI) yang akhirnya berubah menjadi H5N1. ”Ini virus yang sangat-sangat berhasil bertahan di migratory bird (burung migran), tapi dia nggak mematikan hostess-nya seketika, dalam hal ini dia butuh satu minggu. Dan sementara dalam satu minggu ini, burung itu sudah ke mana-mana,” urai President Director Strategic Business Unit Animal Health and Livestock Equipment (AHLEA), PT Japfa Comfeed Indonesia tersebut.
 
Mulanya virus ini terbentuk di China pada 2013 sebagai varian baru virus unggas air clade 2.3.4.4. Selanjutnya, pada 2014-2015 virus tersebut terbentuk menjadi H5N8 karena H5N1 clade 2.3.4 tercampur dengan virus-virus LPAI di pasar unggas China sehingga menjadi H5N1, H5N2, H5N5, H5N6, dan H5N8.
 
Namun, virus yang bisa bertahan hanya H5N8. Penyebaran virus H5N8 clade 2.3.4.4 secara meluas melalui jalur migrasi burung liar. “H5N8 ini yang pertama kali ke Eropa, Timur Tengah, India, Vietnam, Thailand, sampai ke Amerika Serikat tapi lewat China, Korea, Alaska, turun nyebrang lewat pasifik,” terang Teguh.
 
Saat itu negara-negara, seperti Amerika, Eropa, Jepang, dan Korea berhasil memberantas penyebaran H5N8 dengan memusnahkan unggas terjangkit. Meski begitu, virus H5N8 tidak pernah menghilang, “Jadi setiap musim, dia (H5N8) akan masuk lagi ke sana, habis itu diberantas lagi, kemudian masuk lagi, setiap tahun ada introduksi karena burung liar setiap musim gugur itu pasti ke selatan. Dari Siberia dia ke barat, ke Eropa. Itu setiap tahun, setiap 2016, 2017, 2018 ada terus,” urai pria kelahiran 31 Januari 1967 itu.
 
Di sisi lain, Timur Tengah, India, dan Vietnam tidak bisa mengendalikan penyebaran virus ini. Syukurlah, H5N8 tidak pernah masuk ke Indonesia karena jaraknya cukup jauh dan wilayah kita juga bukan termasuk jalur migrasi burung dari China.
 
Kemudian pada 2019 dan 2020, lanjutnya, virus yang masuk ke Eropa dan Afrika Utara tersebut tercampur dengan virus LPAI saat kembali saat musim semi 2021 sehingga mengubahnya lagi menjadi H5N1 clade 2.3.4.4b.
 
 
AI di Indonesia
 
Selain clade 2.3.4.4b, virus AI yang masih aktif menyebar di Tanah Air sejak 2017 yaitu sirkulasi bersama HPAI H5NI clade 2.3.2.1c dan LPAI H9N2. ”Tahun 2022 memang terjadi beberapa laporan kasus yang dilaporkan di iSIKHNAS atau Sistem Informasi Kesehatan Hewan Nasional, terutama HPAI dan LPAI dan juga ada beberapa kasus yang cukup banyak yaitu ND (Newcastle Disease). Sebagian besar dia menginfeksi ayam dan bebek. Faktor risiko yang paling tinggi adalah biosekuriti yang rendah dan juga adanya lalu lintas hewan di pasar-pasar unggas yang tidak terkontrol,” kata Hendra Wibawa, Epidemiolog Molekuler dari Balai Besar Veteriner (BBVet) Wates, Yogyakarta.
 
Ia menerangkan, selama Januari-Desember 2022 terjadi peningkatan kasus HPAI, khususnya Maret sebanyak 818 kasus, April 1.150 kasus, dan melonjak sangat tinggi pada Oktober dengan 9.021 kasus. Pada bulan-bulan itu banyak laporan kasus kematian unggas dan itik (bebek).
 
Pun kasus LPAI juga meningkat hampir bersamaan waktunya, yaitu sepanjang Mei 30 kasus dan Agustus 230 kasus. ”Kami menemukan juga kasus-kasus AI pada itik itu terjadi setelah musim basah ataupun pas sebelum musim basah. Itu pengalaman yang kami dapatkan sejak tahun 2008,” urai Kepala BBVet Wates itu.
 
Ayatullah M. Natsir, Poultry Business Unit Manager PT Ceva Animal Health Indonesia mengatakan, penyakit AI secara umum memang meningkat, baik H5 maupun H9. “Yang paling signifikan peningkatannya adalah H9. Kalau dibanding penyakit yang lain, AI bukan mendominasi yang pertama. Survei penyakit kita 2-3 bulan terakhir, penyakit pernapasan yang dominan adalah IB ataupun CRD, juga Mikoplasma. Tetapi tren AI kelihatannya meningkat, terutama H9, begitu juga H5,” paparnya.
 
Berdasarkan data iSIKHNAS, hingga 27 Maret 2023 terdapat 1.069 kasus HPAI yang tersebar di Jawa Barat 500 kasus, Lampung 20 kasus, dan Riau 549 kasus. Namun, sejauh ini belum ada laporan kasus LPAI yang masuk dilaporkan menyerang itik atau unggas.
 
 
 
 
 
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 346 terbit April 2023 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain