Sabtu, 27 April 2024

Enrekang, Produsen Bawang Merah Terbesar Ke-4 Nasional

Enrekang, Produsen Bawang Merah Terbesar Ke-4 Nasional

Foto: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementan RI
Sejumlah pengusaha bawang merah Enrekang telah kirim pasokan 200 ton untuk suplai wilayah Jawa

Enrekang (26/4) – Harga bawang merah yang mengalami kenaikan menjelang dan pasca lebaran tahun 2024, disinyalir berbagai kalangan dipicu oleh terganggunya produksi akibat terjangan banjir di sentra-sentra utama yang membentang sepanjang Pantura Jawa seperti Cirebon, Brebes, Kendal, Demak, Pati hingga Probolinggo.
 
Lebih dari 2.500 hektar lahan bawang merah yang digadang bisa dipanen saat lebaran, mengalami puso atau mati akibat banjir yang disebut sebagai salah satu banjir terbesar di Indonesia. Tingginya permintaan saat lebaran, hambatan distribusi hingga keterbatasan tenaga kerja perogol, turut mengungkit terkereknya harga komoditas strategis penyumbang inflasi tersebut.
 
Berbeda dengan kondisi di wilayah Jawa, wilayah sentra terbesar bawang merah di pulau Sulawesi yakni Kabupaten Enrekang masih dapat berproduksi dengan baik. Pemantauan langsung Tim Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian bersama para Petugas Penyuluh Lapangan setempat, mencatat setidaknya 1.080 hektar bawang merah siap dipanen pada minggu terakhir bulan April 2024.
 
Sementara pada bulan Mei diperkirakan dipanen seluas 1.733 hektar. Dengan produktivitas yang dapat mencapai 14 ton/ha maka produksi bawang merah Enrekang untuk minggu terakhir bulan April 2024 diperkirakan mencapai 15.120 ton dan bulan Mei sebanyak 24.262 ton. Produksi tersebut tersebar di beberapa kecamatan seperti Anggeraja, Alla, Masalle, Baraka dan Malua.
 
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, sepanjang tahun 2023 lalu Enrekang tercatat mampu memproduksi bawang merah sebanyak 175.933 ton dengan luas panen mencapai 13.669 ha. Capaian tersebut menempatkan Enrekang sebagai produsen bawang merah terbesar ke-4 secara nasional setelah Brebes, Solok dan Nganjuk.
 
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Kabupaten Enrekang, Addi, menyatakan bahwa pihaknya terus mendorong bawang merah dari Enrekang untuk dapat memasok wilayah Jawa. “Bawang merah dari Enrekang saat ini sudah dapat memenuhi kebutuhan wilayah Sulawesi, sebagian juga sudah mensuplai permintaan hingga ke Balikpapan, Samarinda, Ternate dan Papua. Untuk wilayah Jawa juga sudah mulai kami dorong untuk ditingkatkan,” ujar Addi.
 
Meskipun bawang merah yang ditanam di Enrekang didominasi oleh bawang merah varietas Tajuk dan Super Phillips, permintaan bawang merah jenis tersebut tetap meningkat seiring peningkatan harga bawang merah jenis Bima Brebes.
 
Ketua Kelompok Tani Eran Batu sekaligus Champion Bawang Merah Enrekang, Kasmidi, menyatakan telah melakukan beberapa kali pengiriman stok bawang merah untuk wilayah Jawa.
 
“Setelah lebaran kemarin, sejumlah pengusaha bawang merah Enrekang telah kirimkan pasokan 200 ton untuk suplai wilayah Jawa. Bahkan saat ini bawang merah Enrekang sudah mulai masuk PIKJ, tapi diproses rogol dulu di Demak dan Brebes untuk efisiensi biaya pemrosesan,” ujar Kasmidi. Lahan bawang merah petani binaan Kasmidi sendiri saat ini terpantau tertanam seluas 100 ha dan diproyeksikan untuk memasok wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
 
Diketahui bahwa bawang merah yang dikirimkan ke luar Sulawesi masih dalam bentuk Konde Kering Panen atau sekitar 10-12 hari setelah panen untuk kemudian dilakukan perogolan di daerah tujuan sebelum didistribusikan ke pasar retail. Pasalnya untuk pengiriman ke wilayah Jawa saja membutuhkan waktu selama 2 hari, sedangkan untuk Papua bisa mencapai 4-5 hari.
 
Ditemui ditempat terpisah, Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Andi Muhammad Idil Fitri, mengungkapkan bahwa kondisi bawang merah nasional masih aman hingga bulan Mei 2024. Produksi nasional masih dapat didukung dari wilayah sentra diluar Jawa seperti Solok, Bima dan Enrekang.
 
“Berdasarkan perkiraan produksi dan neraca nasional, stok kumulatif bawang merah sampai Mei 2024 masih surplus. Memang sedikit rawan pada bulan April ini karena kumulatifnya di bawah 10 ribu ton per bulan dan telah terbukti harga meningkat. Kami telah sampaikan ini setiap rapat rutin pengendalian inflasi nasional. Distribusinya saja saat ini yang perlu kita kawal dari wilayah surplus ke wilayah minus,” pungkas Idil.
 
 
 
 
Galuh Ilmia Cahyaningtyas

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain