Selasa, 4 Januari 2022

Wirawan Hartawan, Bertani dengan Teknologi

Wirawan Hartawan, Bertani dengan Teknologi

Foto: Dok. Pribadi
“Kalau kita punya disiplin dan hati yang serius cinta kepada pertanian, ini pasti bisa.”

Memanfaatkan teknologi dengan menghasilkan sayur yang baik untuk masyarakat.
 
Meski memiliki toko musik yang sangat berjaya dan menguasai 80% pangsa pasar musik Indonesia, Wirawan Hartawan tidak ragu menutupnya dan dengan bangga memproklamirkan diri sebagai petani. Apa alasan kuat yang mendasari pemilik toko kaset dan CD musik, Disc Tarra itu banting setir menjadi pengusaha hidroponik sayur dan buah berkualitas premium?
 
 
Hidroponik
 
Mulanya pada 2012 saat hidroponik belum populer, Wirawan terserang penyakit stroke pada otak sebelah kiri. Sehingga mau tidak mau, pemilik Hydrofarm ini harus makan sayuran sehat. Dari sana saya harus merubah gaya hidup saya, gaya makan saya. Akhirnya, belajar tanam hidroponik untuk keluarga,” ceritanya membuka percakapan dengan AGRINA.
 
Pria kelahiran Jakarta, tahun 1960 ini lantas belajar cara budidaya hidroponik yang baik dan benar ke kampus ITB dan UGM yang pada waktu itu lebih fokus pada pertanian organik. Lalu, Wirawan juga belajar hidroponik ke luar negeri. “Belajar teknologi. Kombinasikan teknologi dengan agrikultur disatukan yang bisa dikontrol dengan komputer supaya tidak tergantung cuaca yang selama ini iklimnya tidak jelas,” terangnya.
 
Alumnus jurusan Administrasi Bisnis, Universitas Western Ontario, Kanada itu sangat getol belajar hidroponik ke berbagai negara mulai dari Belanda, Prancis, Jepang, Taiwan, Amerika, Jerman, Turki, Thailand, Australia, hingga Selandia Baru. “Keliling 2 tahun tidak pulang ke Indonesia,” sambungnya.
 
Kemudian, Wirawan praktik menanam sayur dan buah sistem hidroponik menggunakan program khusus. “Lima tahun saya ‘buang’ duit untuk belajar. Cuma, belajarnya bukan di sekolahan tapi langsung praktik tanam bikin program untuk tanaman melon. Programnya sehari-hari seperti apa, nutrisinya berapa. Lima tahun praktik itu. Di belakangnya ada 2 tahun belajar, sisanya bikin greenhouse (rumah kaca),” ulasnya.
 
Di tahun 2012 hidroponik punya citra negatif menimbulkan kankerkarena kesalahan praktik hidroponik asalan. Hal itu membuat Wirawan terpacu memperkenalkan tanaman hidroponik dengan teknik yang baik dan benar. “Kita memajukan hidroponik yang benar. Kita mendidik makan sayur hidroponik merupakan makan sayur sehat, bukan hidroponik bisa kanker. Itu yang kita tanam terus untuk membentuk pola pikir yang baik. Kita tanam sayur pagoda, sayur variasi, bukan hanya pakcoi, sayuran aneh-aneh yang bisa sehat dan bisa baikin kanker. Kita terus berinovasi, selalu baru terus di dunia hidroponik,” tambahnya.
 
Ketika dibawa ke lab dan dicek, sayur dan buah hidroponik yang benar ini jauh lebih sehat dibanding hidroponik asalan dengan kandungan gizi setiap batang sayur 47% lebih tinggi. “Itu yang menjadikan saya kerja keras untuk menjunjukkan hidroponik yang benar dan sehat,” serunya bersemangat.
 
Setelah 5 tahun mempelajari hidroponik, pria yang mengorbitkan banyak artis penyanyi, seperti Cherrybelle, Sherina, dan Andien itu memutuskan menutup toko musiknya pada 2015 dan mantap berkarir sebagai petani pengusaha. “Dengan bangga saya menjadi petani karena saya sekarang sehat, bisa menghasilkan produk makanan sehat, dan saya juga lebih sehat dari dunia musik sebelumnya,” katanya antusias.
 
 
Teknologi Pintar
 
Wirawan serius menggarap teknologi pintar dalam hidroponik. Ia membangun smart greenhouse lengkap dengan teknologi dan program yang dikembangkan sendiri. “Bikin program dibantu anak lulusan luar negeri. Bikin sendiri sistemnya, kita buat dari nol. Greenhouse kita beda dari yang lain, cari komponen dari 20 negara. Coba, gagal, bikin lagi. Gagal, bikin lagi sampai 5 tahun, sampai sempurna dan masuk ke pasar. Makanya saya telat masuk ke pasar, baru 3 tahun terakhir,” urainya.
 
Balik modal investasi hidroponik berteknologi pintar ini di tahun keempat. Investasinya memang cukup fantastis, mencapai Rp2,5 miliar untuk seunit smart greenhouse. Dengan teknologi pintar, tak ayal produk Hydrofarm sangat diakui pasar sebab kualitasnya oke. “Rasa sayurnya yang berbeda, manis, nggak banyak serat karena bukan saya yang tanam. Mesin yang tanam, jauh lebih sempurna,” tukasnya.
 
Ia menyebut, produk Hydrofarm yang populer di pasar antara lain kale, lolorosa, selada, romaine, wortel, asparagus, paprika, melon kuning, tomat, tomat ceri, dan stoberi. Harganya berkisar Rp19 ribu – Rp22 ribu per 250 g.
 
Peran teknologi membuat Wirawan bisa panen 12-14 kali dalam setahun di smart greenhouse seluas 5 ha atau setara 20 ha tanam konvensional di tanah. “Karena di greenhouse itu panen seperti robot, setiap 3 minggu panen. Saya bersyukur bisa memanfaatkan teknologi dengan menghasilkan sayur yang baik untuk masyarakat,” ucapnya bahagia.
 
Terkesan mahal, ayah 3 anak itu menilai, investasi hidroponik sebenarnya lebih murah dihitung dalam jangka panjang daripada pertanaman trandisional. Pasalnya, produktivitas tanaman hidroponik lebih konsisten dengan mutu terjaga. Sedangkan, produktivitas dan mutu tanaman konvensional tidak stabil.
 
“Secara hidroponik lebih menguntungkan cuma kita takut, investasi besar, kapan balik modal. Ketiga, hidroponik IT (information & technology) banyak gagal. Itu semua adalah mitos. Yang benar, kita harus masuk ke hidroponik untuk memajukan agraria negara kita,” serunya berapi-api.
 
Apalagi, Wirawan memandang, prospek hidroponik semakin lebar lantaran ke depan akan sulit menanam di lahan terbuka karena cuaca tidak stabil. “Mau tidak mau, kita sekarang sudah mulai masuk dengan teknologi. Yang akan datang, populasi makin banyak. Orang hidup perlu makan,” tuturnya.
 
Ia berharap pertanaman sayur dan buah di Indonesia bisa maju dengan teknologi. “Kalau kita tidak terima teknologi hari ini, ketinggalan. Bisa dijajah sama produk luar negeri. Kita harus berubah bisa menerima teknologi menjadikan hidroponik ini dasar pertanian kita dengan teknologi,” tandasnya.
 
 
Kiat
 
Wirawan menyampaikan, merawat sayuran itu harus menggunakan hati. “Kalau kita kurang kasih makan, sayur bisa sakit, tidak sehat, loyo. Jadi, perlu fokus penuh konsistensi dengan hati yang semangat yang pantang mundur. Sayuran harus kita menjaga, memperhatikan, merawat setiap hari. Taruh hati kita ke sayuran ini. Kalau benar-benar kita ikuti 3 tadi, bisa sukses,” jelasnya.
 
Terlebih, tantangan di pertanian tradisional hampir bisa teratasi 80% dengan smart greenhouse. “Tinggal disiplin kerja. Orang yang bekerja di greenhouse sering membawa hama. Itu yang menjadi masalah. Disiplin dan punya hati. Kalau kita punya disiplin dan hati yang serius cinta kepada pertanian, ini pasti bisa,” ucapnya meyakinan.
 
Tidak asal bertanam hidroponik, pria yang hobi olahraga golf, tenis, dan jalan kaki dengan anjing kesayangannya si Caplin itu punya misi besar. “Saya ingin membangun industri tradisional menjadi IT, meningkatkan kesejahteraan hidup kita. Saya ingin dorong orang Indonesia makan sayur yang sehat, tenaga kerjanya makan sehat. Kalau makannya banyak racun, hanya bisa sakit dan tidak bisa maju. Kita ada misi untuk membangun Indonesia bisa agrikultur seperti Vietnam, bisa menjadi negara agraria lagi. Jadi, bangga menjadi orang Indonesia,” pungkasnya.  
 
 
 
Windi Listianingsih dan Sabrina Yuniawati

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain