Senin, 4 Juli 2022

Rachmat Budiman, Jembatan Perbedaan

Rachmat Budiman, Jembatan Perbedaan

Foto: Sabrina Yuniawati
“Ketika kamu ada di suatu lingkungan, orang-orang merasakan keberadaanmu. Dan ketika kamu tidak ada di kelompok itu, orang-orang akan mencari.”

Memanfaatkan peluang di Thailand untuk memperluas akses ke dunia internasional.
 
 
Ada kebanggaan tersendiri saat mendapat kepercayaan mewakili Indonesia di kancah internasional. Itulah yang dirasakan Rachmat Budiman kala ditunjuk menjadi Duta Besar (Dubes) RI. Di tangannya, pesona Indonesia harus terpancar dan menjadi primadona buat pelaku usaha mancanegara. Bagaimana upaya Dubes Indonesia untuk Thailand ini menampilkan citra Nusantara di mata dunia?
 
 
Kerja Sama
 
Sejak era Kerajaan Sriwijaya, ulas Rachmat, Indonesia dan Thailand punya hubungan erat yang berlanjut hingga kini. Hubungan itu tampak dalam kerja sama ekonomi dan investasi yang terus naik di masa pandemi. Rachmat menuturkan, ekspor Indonesia ke Thailand imbang dengan impornya. “Ada satu peningkatan cukup mengembirakan dan ini menjadi pertanda bagus bagi hubungan Indonesia dan Thailand, khususnya setelah melewati masa pandemi diharapkan berjalan lebih cepat,” katanya semringah.
 
Hubungan dagang yang berperan besar bagi kedua negara yaitu pertambangan, transportasi, dan elektronik. “Tambang tembaga, kendaraan motor mobil, elektronik, alat rumah tangga. Bidang agribisnis secara keseluruhan, buah pinang cukup tinggi. Perikanan juga menjadi hal penting,” ulasnya saat menerima AGRINA di kantor KBRI di Ratchathewi, Bangkok, Thailand.
 
Untuk mengangkat produk Indonesia di pasar dunia, khususnya negeri gajah putih, KBRI Thailand selalu menginfokan acara pameran dan temu bisnis yang dapat diikuti pelaku bisnis untuk penetrasi pasar. Seperti, Thailand International Food Exhibition (Thaifex) 2022 yang mengangkat industri makanan dan minuman. Beberapa perusahaan Indonesia berpartisipasi di pameran itu. “Ada kopi, mi mulai banyak disukai di Thailand. Kelapa dan turunnya memang sudah banyak masuk ke sini tapi lebih dikenalkan lagi agar bisa ke negara lainnya,” jelasnya.
 
Thailand dikenal dengan industri pengolahan produk agribisnis yang mendunia. Karena itu baik swasta maupun pemerintah, harus berani berbuat dan menangkap peluang bisnis di Thailand serta mau belajar tentang pengolahan. “Dalam agribisnis ada konsistensi melakukan riset dan serangkaian proses agribisnis terkait pascapanen, pemasaran, dan lainnya. Ini hal yang patut kita pelajari. Bukan berarti kita minder tapi terkait dengan manajemen, mungkin kita harus belajar lebih banyak,” cetusnya.  
 
Penggemar olahraga dan seni itu berharap, kelak produk Indonesia bisa membanjiri Thailand. “Bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada di Thailand agar kita mempunyai akses kepada dunia perdagangan investasi internasional,” ujarnya. Ia pun mendorong Thailand untuk mengembangkan produk di Tanah Air sehingga terjadi kerja sama investasi yang seimbang.
 
 
Kesepakatan
 
Tantangan besar menjadi diplomat, singkap Rachmat, ialah mencapai kesepakatan. Sebab, setiap negara membawa bendera dan kepentingan nasionalnya. Bisa jadi kita berhadapan dengan perbedaan kepentingan nasional yang tajam. “Ini tantangannya agar bisa bernegosiasi, menjadi jembatan. Nah, diplomat itu jembatan bagi perbedaan yang ada sehingga kita mencapai suatu kesepakatan yang sama untuk bekerja sama ke depan,” terangnya.
 
Tujuan utama negosiasi yaitu kepentingan nasional bagi kemakmuran rakyat. “Bersyukur saya diberikan kesempatan untuk berkarier dan melaksanakan tugas dalam konteks hubungan bilateral antarnegara dan multilateral. Tantangan untuk kesepakatan bilateral dan mengambil tantangan untuk mencapai kesepakatan multilateral berbeda dan makin banyak bagian dari kepentingan nasionalnya karena memang anggotanya banyak. Sehingga, bagaimana kita bisa bernegosiasi dan tidak merugikan kepentingan nasional,” tukasnya.
 
Mengatasi hal itu butuh kesabaran, konsistensi, dan strategi yang tepat. Karena itu, ucapnya, “Kita tidak boleh berhenti belajar, tidak boleh berhenti berupaya. Ini hal penting dalam hubungan internasional dan diplomasi. Tidak mudah tapi bukan berarti tidak bisa kita capai. Itu bisa kita capai dengan kesungguhan.”
 
 
Dunia Lain
 
Malang melintang sebagai diplomat, Rachmat mengaku banyak pengalaman menarik yang dilalui. Selepas lulus Fakultas Hukum Universitas Indonesia, ia mengikuti program beasiswa ikatan dinas Kementerian Luar Negeri dengan menempuh pendidikan Sekolah Dinas Luar Negeri (Sekdilu). “Alhamdulilah, saya terpilih dari sekian banyaknya pelamar. Masuklah saya menjadi pegawai negeri,” kisahnya.
 
Setelah menyelesaikan Sekdilu dan magang, penikmat telur dadar ini mendapat penugasan pertama di Belanda. Berasal dari sebuah kota kecil, Tasikmalaya, Jabar, ia mengaku sangat terkesan saat ditunjuk mewakili Indonesia bertugas di negeri kincir. “Saya tidak terbayang pada suatu saat nanti saya ditugaskan untuk mewakili negara yang kita cintai,” ungkapnya.
 
Itulah kali pertama Rachmat terbang ke negeri seberang. “Tentunya mempunyai kesan tersendiri dan ada rasa waswas karena baru pertama kali ke luar negeri, disuruh membawa nama Indonesia dan mewakili Indonesia. Jadi bagi saya terkesan sekali. Bagaimana saya turun di Amsterdam, melihat pohon kiri-kanan tidak berdaun dan berkabut, saya seperti masuk dunia lain,” ia menggambarkan kenangan tak terlupakan itu.
 
Yang juga mengesankan saat Rachmat ditugaskan menjabat Dubes Austria danSloveniaserta sebagai Perwakilan Tetap PBB. Pada 20 April 2021, ia dipercayai menjadi Dubes Thailand merangkap Perutusan Tetap untuk UNESCAP. “Kemarin di lantik oleh Presiden Jokowi, rasanya itu bangga. Bagi diplomat, duta besar adalah capaian tertinggi karena ada 8 level dari diplomat,” ucapnya haru.
 
 
Menjadi Orang
 
Rachmat tidak pernah bermimpi mencapai level puncak dalam kariernya. “Ada rasa syukur dan anugerah yang sangat luar biasa, saya dipercaya presiden menjadi duta besar yang kedua, yaitu sekarang,” kata pria beranak satu ini. Apalagi, ia masih menyimpan mimpi sejati yang mau diraih. “Mimpi saya itu menjadi ‘orang’ karena itu yang diajarkan orang tua,” bukanya.
 
Apa maksudnya? Sang ibu mengajarkan, menjadi ‘orang’ berarti kehadirannya bermanfaat baik bagi orang lain. “Ketika ada orang membutuhkan bantuan, orang tersebut mencari kamu. Ketika kamu ada di suatu lingkungan, orang-orang merasakan keberadaanmu. Dan ketika kamu tidak ada di kelompok itu, orang-orang akan mencari. Artinya, kamu dibutuhkan untuk hal baik dan dalam hal mengatasi persoalan masyarakat. Itulah jadi ‘orang’,” urainya meniru penjelasan ibu.
 
Pasalnya, ada orang punya kedudukan tapi tidak dicari saat ada yang butuh bantuan. Jangan hanya melihat tampilannya saja. Itulah esensi menjadi ‘orang’. “Kalau ditanya cita-citanya apa, saya ingin jadi ‘orang’. Tapi, saya belum berhasil di sana. Oleh karena itu, saya ingin terus berusaha menjadi ‘orang’ sampai ke peristirahatan terakhir,” ulasnya bijak.
 
Rachmat melanjutkan, peran orang tua sangat besar dalam memberi pemahaman hidup yang baik. “Ibu saya memberikan manfaat kehidupan. Ayah saya memberikan kedisiplinan yang luar biasa. Sederhana tapi nyata, tapi sulit untuk diwujudkan karena memang sampai sana tidak ringan. Tapi, jangan berhenti terus berusaha,” tutupnya bersahaja.  
 
 
 
Windi Listianingsih, Sabrina Yuniawati

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain