Selasa, 4 April 2023

UDANG : Menggarap Pasar Domestik Tanpa Meninggalkan Ekspor

UDANG : Menggarap Pasar Domestik Tanpa Meninggalkan Ekspor

Foto: Windi Listianingsih
Konsumsi udang di pasar dalam negeri sebanyak 419 ribu ton

Konsumsi udang nasional tahun 2022 mencapai 419 ribu ton.
 
 
Sebagai negara berpenduduk terbesar ke-4 dunia, Indonesia menjadi pasar potensial untuk menjajakan produk udang, baik udang segar maupun beku. Para pelaku budidaya udang, khususnya udang vaname pun diminta melirik pasar dalam negeri karena menjadi pasar yang sangat potensial. Apa saja yang harus dipenuhi pelaku usaha si bongkok?
 
 
Konsumsi Udang Domestik
 
Berdasarkan data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Machmud Sutedja, Sekretaris Ditjen Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP), Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) menjelaskan, konsumsi ikan Indonesia pada tahun 2022 sangat besar, mencapai 13,11 juta ton. ”Besar sekali ini, besar sekali. Tahun 2021 kemarin sekitar 12,6 juta ton (konsumsi),” terangnya di acara Indonesia Shrimp Retreat 2023 di Yogyakarta (2/3).
 
Udang ini menjadi komoditas perikanan ketujuh yang disukai masyarakat Nusantara. Serapan si bongkok sebanyak 419 ribu ton di tahun 2022 yang terdiri dari udang laut dan udang darat. Udang yang diminati masyarakat itu berupa udang segar mencapai 86% dan sisanya udang olahan sebesar 14%. Konsumsi udang terbanyak ada di Jawa Timur sejumlah 54 ribu ton, diikuti Jawa Barat 54 ribu ton, Jawa Tengah 41 ribu ton, Sumatera Utara 32 ribu ton, DKI Jakarta 32 ribu ton, dan Aceh 30 ribu ton.
 
Konsumsi udang segar didominasi oleh Jawa Timur sebanyak 52 ribu ton, lalu Jawa Barat 39 ribu ton, Jawa tengah 38 ribu ton, dan DKI Jakarta 30 ribu ton. Sedangkan, konsumsi udang olahan didominasi oleh Sumatera Utara sebanyak 15 ribu ton, Jawa Barat 14 ribu ton, Banten 7 ribu ton, dan Jawa Timur 6 ribu ton.
 
Menurut hasil penelitian, Machmud mengungkap, hambatan konsumsi ikan, termasuk udang di pasar lokal adalah ribet. ”Katanya makan ikan tu ribet. Ini hasil survei kepada ibu-ibu rumah tangga di Jakarta, Bandung, Solo, ada beberapa lokasi ya,” jelasnya. Para ibu tersebut juga menganggap konsumsi udang menyebabkan alergi. Di samping itu, faktor ketidaktahuan tentang pentingnya konsumsi udang untuk kesehatan ikut menjadi penghambat utama. Hambatan berikutnya, ikan dan udang tidak tersedia di pasar terdekat serta kualitasnya rendah.
 
Dengan demikian, Machmud menyarankan promosi udang bernilai tambah (value added) untuk meningkatkan konsumsi domestik, seperti udang kupas (peeled), produk siap masak (ready to cook), hingga siap makan (ready to eat). Pengembangan budidaya udang untuk konsumsi dalam negeri juga harus berbasis preferensi konsumen. ”Disenangi nggak di situ. Contoh, yang paling mudah orang Makassar itu senangnya ikannya bandeng yang budidaya ya. Kalau kita kembangkan lele di Makassar, laku nggak itu? Nggak laku. Paling yang makannya orang Jawa-Jawa juga. Makanya ini juga sama, pengembangan budidaya itu berbasis dengan preferensi,” paparnya.
 
 
Tantangan
 
Ketua Gabungan Perusahaan Makanan Ternak (GMPT), Deny Mulyono juga mengajak para pelaku usaha udang untuk mengelola pasar lokal. "Kita harus dapat menggarap pasar dalam negeri, di mana pasar dalam negeri saat masih kurang dari 10%. Jangan sampai seperti saat dunia dilanda pandemi Covid-19, baru berpikir memasarkan udang di dalam negeri. Mari kita garap pasar dalam negeri dengan terus membaca dan memanfaatkan peluang pasar ekspor" ulasnya.
 
Deny menambahkan, memasarkan produk udang di dalam negeri memiliki tantangan tersendiri karena sebagian masyarakat menganggap udang memiliki kolesterol tinggi dan harganya mahal. Padahal, manfaat mengonsumsi udang lebih besar dan bergizi. Namun, sambungnya, ”Memasarkan produk udang di dalam negeri lebih mudah, tidak ribet. Masyarakat kita tidak akan menanyakan apakah sudah tersertifikasi atau belum. Mereka juga tidak terlalu memperhatikan kualitasnya, yang penting masih tampak segar. Tidak seperti pasar ekspor yang memperhatikan hal-hal kecil, mulai dari ukuran hingga kualitas udang."
 
Untuk memasarkan produk udang di dalam negeri, Deny menyarankan, pelaku usaha harus pandai menyesuaikan keinginan pasar. Misalnya, produk yang dipasarkan bisa dikemas dalam ukuran sederhana, seperti kemasan setengah bahkan seperempat kilogram sehingga harganya lebih terjangkau oleh masyarakat kebanyakan. Di ajang Indonesia Shrimp Retreat 2023, ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan industri udang untuk duduk bersama, berdiskusi dan mereview ke belakang, serta memandang ke depan tentang apa yang harus diperbaiki dan dilakukan dalam masalah budidaya hingga pemasaran udang.
 
 
Konsumsi Global
 
Di pasar global, Machmud mengatakan, impor udang dunia pada tahun 2021 menempati posisi kedua impor produk perikanan senilai US$28,3 miliar. Posisi pertama ditempati salmon dengan nilai US$30,9 miliar. Amerika Serikat menjadi pasar terbesar udang dunia senilai US$8,4 miliar, selanjutnya China sebanyak US$4,1 miliar, Jepang US$2,31 miliar, Spanyol US$1,4 miliar, dan Prancis US$1,1 miliar. Pada saat itu ekspor udang Indonesia ke Amerika Serikat sebanyak 18,96%, senilai US$8,42 miliar dan ekspor ke China sekitar 1,15%, senilai US$46,5 juta.
 
Konsumsi udang di Amerika Serikat dalam bentuk udang kupas beku (peeled frozen), udang roti beku (breaded srimp frozen), dan berbagai ukuran udang beku (shell-on frozen). Eksportir utama udang kupas beku itu adalah India, Ekuador, Indonesia, dan Vietnam; udang roti beku yaitu Indonesia, Vietnam, Thailand, dan Ekuador; udang beku yaitu Ekuador, Indonesia, India, dan Meksiko.
 
Pada tahun 2022 konsumsi udang kupas beku di Amerika Serikat sebanyak 369,8 ribu ton senilai US$3,3818 miliar sedangkan konsumsi udang roti sebanyak 70,9 ribu ton dan nilainya US$567,4 juta. ”Yang udang kupas itu yang paling disukai dunia itu Amerika sekitar 40%. Kemudian, Indonesia sering jadi juara yaitu untuk breaded Frozen di Amerika, harga kita murah,” imbuhnya.
 
Sementara itu, volume ekspor udang Indonesia sebesar 241,2 ribu ton di tahun 2022 dan nilanya US$2,1571 miliar. Volume serta nilai ekspor tersebut sedikit turun dari tahun sebelumnya yang sebanyak 250,7 ribu ton dan US$2,2289 miliar. Ekspor udang Indonesia, lanjut Machmud, terutama berasal dari Jawa Timur 97 ribu ton, Jakarta 31,5 ribu ton, Banten 31,8 ribu ton, Lampung 22,5 ribu ton, dan Sumatera Utara 11,9 ribu ton.
 
Untuk menembus pasar ekspor, ada empat persyaratan utama yang harus dipenuhi, yaitu kualitas, keamanan pangan, traceability (ketelusuran), dan sustainability (keberlanjutan). ”Itu harus terpenuhi. Itu syarat wajib kalau mau kita ekspor,” tandasnya.
 
 
 
 
Windi Listianingsih, Lanjar Artama

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain