Sabtu, 7 September 2019

Mengejar Organik yang Menguntungkan dan Berkelanjutan

Mengejar Organik yang Menguntungkan dan Berkelanjutan

Foto: M. Syafi Al Adam
Para pembicara dan peserta seminar yang digelar ABI dan AGRINA

Pertanian berkelanjutan dapat diwujudkan dengan aplikasi teknologi organik dan hayati yang menguntungkan bagi petani dan pelaku bisnis. 
 
Untuk memenuhi kebutuhan pangan 319 juta jiwa pada 2045, produksi pangan kita harus dilakukan secara berkelanjutan. Salah satu caranya dengan memanfaatkan teknologi yang menghasilkan sarana produksi organik dan hayati. 
 
“Bicara organik mungkin orang berpikir low production, low input, dan low business. Sedangkan kalau bicara berkelanjutan, maka bicara high production, berkelanjutan, profit,” ujar Gunawan Sutio, Ketua Umum Asosiasi Bio Agro-input Indonesia (ABI) dalam pembukaan seminar dan mini expo “Pengendalian Pirit, Wereng Batang Cokelat, dan Layu Fusarium dengan Teknologi Organik dan Hayati” di Menara 165, Jakarta, 28 Agustus 2019.
 
Gunawan mencontohkan India yang mengembangkan biotek meliputi biostimulan, biopestisida, juga biofertilizer untuk mendapatkan produk pertanian berkelanjutan. Sementara China, 80% kelas menengah atasnya mencari produk yang berkualitas dan sadar kesehatan.
 
“Indonesia memiliki peluang untuk memasukkan produk tersebut dilihat dari ekosistem dan posisi penghasil pangan, perkebunan, perikanan, dan pertanian yang bebas residu dan lebih ramah lingkungan,” tandas Direktur Pemasaran PT Prima Agro Tech tersebut.
 
Karena itu, untuk mensosialisasikan produk teknologi organik dan hayati buatan dalam negeri juga mendapatkan dukungan pemerintah serta parlemen, ABI menggandeng AGRINA menggelar seminar dan mini expo.
 
Seminar menghadirkan pakar dari IPB, anggota Komisi IV DPR RI, jajaran pemerintah terkait, dan penerap teknologi organik dan hayati di lapangan. 
 
Acara ini dipadati sekitar 200 orang terdiri dari petani, pelaku usaha anggota ABI, produsen pestida, benih, akademisi, birokrat, dan media. Sementara mini expo diikuti lima anggota ABI.
 
 
Perlu 3P
 
Tampil sebagai pembicara kunci adalah Prof. Bungaran Saragih, pakar agribisnis yang juga Ketua Dewan Redaksi AGRINA. “Kita harus memiliki sistem agribisnis berkelanjutan di mana manusia (people), bumi (planet), dan profit harus ada.
 
Sistem berkelanjutan tidak cukup pada on farm saja, tapi hulunya, yaitu industri pupuk dan obat, benih, juga harus berkelanjutan. Tidak ada gunanya pertanian yang berkelanjutan kalau hilirnya tidak berkelanjutan,” ujar Bungaran.
 
Termasuk dalam konsep dan paradigma pembangunan pertanian dan agribisnis berkelanjutan adalah pengembangan teknologi dan produk bio agro-input oleh pemerintah, pelaku usaha, dan komunitas masyarakat madani lainnya.
 
Tantangan dan tren sekaligus peluang terkait aspek keberlanjutan ini, lanjut dia, perlu mendapat perhatian utama dan pertimbangan serius bagi pengembangan produk dan jasa agro bio-input ke depan.
 
 
Manfaat Teknologi Organik dan Hayati
 
Pada sesi pertama tampil Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M.Agr., Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc., dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr. 
 
Basuki, pakar Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan dari Faperta IPB Bogor memaparkan teknis pengendalian pirit (FeS2) di lahan rawa pasang surut. Dalam tahun-tahun terakhir ini pemerintah menggadang lahan rawa untuk menambah lahan produksi pangan. Salah satu tantangan di lahan ini adalah kandungan pirit (FeS2). 
 
Untuk mengatasi dampak pirit, biasanya pH dinaikkan dengan pengapuran sehingga ion alumunium (Al) menjadi inaktif. “Tapi di lahan pasang surut ini tempo-tempo banjir.
 
Begitu banjir, air masam masuk ke persawahan, maka Al menjadi aktif kembali. Meracuni lagi. Alternatifnya, fosfat, tapi biayanya sangat mahal. Perlakuan dengan humat dan fulvat lebih baik. Hasil percobaan membuktikan akar mampu tumbuh,” jelasnya. 
 
Sementara Hermanu dari Departemen Proteksi Tanaman, Faperta IPB, menjabarkan penanggulangan wereng batang cokelat (WBC) pada padi. “Ledakan WBC sejak 2011 selalu berulang karena ekosistem tidak sehat, tanam rapat dan selalu tergenang, tanam varietas peka, penggunaan fungisida sistemik rutin dan merata, pemupukan terlalu banyak N kurang K, pemanfaatan insektisida piretroid dosis subletal yang mempercepat perkembangan populasi, dan pestisida kimia berlebihan sehingga menghilangkan musuh alami,” ungkapnya.
 
 
Kelanjutan tentang tulisan ini baca di Majalah AGRINA versi Cetak volume 15 Edisi No. 303 yang terbit September 2019. Atau, klik : https://ebooks.gramedia.com/id/majalah/agrina, https://higoapps.com/browse?search=agrina, https://www.mahoni.com, dan https://www.magzter.com/ID/PT.-Permata-Wacana-Lestari/Agrina/Business/

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain