Sabtu, 7 September 2019

Konsistensi Menyuarakan Bahaya Pestisida Palsu

Konsistensi Menyuarakan Bahaya Pestisida Palsu

Foto: Istimewa
CropLife Indonesia mengapresiasi pemberantasan peredaran pestisida palsu. Kiri-Kanan: Agung Kurniawan (Direktur Eksekutif CropLife Indonesia), Trina de Vera (Direktur Anti-Counterfeit CropLife Asia), Yulia Hendrawati (Kadis DPKP Kab. Brebes), Yansen Dau (Perwakilan Kejaksaan Negeri Brebes), AKP Tri Agung (Kasat Reskrim Polres Brebes), Kukuh Ambar Waluyo (Chairman CropLife Indonesia)

Demi terwujudnya pertanian yang berkelanjutan, CropLife Indonesia terus bersinergi dengan berbagai pihak dalam mengawasi peredaran pestisda palsu dan ilegal.
 
Berdasarkan penelitian Insight Asia pada 2017, setidaknya 26% petani di Indonesia pernah membeli pestisida palsu dari toko-toko pertanian di tingkat desa. Chairman CropLife Indonesia, Kukuh Ambar Waluyo menuturkan, pemalsuan (counterfeit) pestisida merupakan masalah yang serius. 
 
“Diperkirakan 10 juta dari total 40 juta orang petani pernah membeli pestisida palsu. Sinergi lintas sektoral perlu diambil untuk menangani pemalsuan dan peredaran pestisida ilegal,” ungkapnya dalam Lokakarya Nasional Anti-Counterfeit di Jakarta, Selasa (27/8).
 
Pada kesempatan yang sama, Direktur Eksekutif CropLife Indonesia, Agung Kurniawan menambahkan, kampanye terkait peredaran pestisida palsu dimulai sejak 2017. Bekerja sama dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk pemerintah, kegiatan Anti-Counterfeit tak sekadar seremonial semata.
 
 
Merugikan Petani, Lingkungan, dan Produsen
 
Pemalsuan pestisida tidak hanya merugikan dari sisi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI). Dampak lain yang lebih luas adalah terganggunya upaya mewujudkan pertanian berkelanjutan.
 
Petani akan merasakan kerugiannya secara langsung. Tujuan mereka memanfaatkan pestisida untuk mengamankan produksi, tetapi yang terjadi malah sebaliknya.
 
“Berdasarkan survei CropLife Indonesia, produk yang menjadi sasaran pemalsuan biasanya merupakan produk premium. Selain itu harganya mahal dan laku di pasaran (fast moving),” imbuh Agung.
 
Mayang Marchainy, anggota komite CropLife Indonesia memaparkan, keuntungan pemalsuan pestisida secara global diperkirakan mencapai US$6,5 miliar.
 
Selain merugikan petani terkait produksi, lingkungan juga terancam akibat kandungan bahan-bahan berbahaya yang seharusnya dilarang beredar.
 
Sementara itu Muhrizal Sarwani, Direktur Pupuk dan Pestisda, Ditjen Sarana dan Prasarana, Kementerian Pertanian, mengungkapkan, hingga Mei 2019, terdapat 4.646 formulasi pestisida yang terdaftar.
 
Sebanyak 1.700 formulasi sudah ditarik dari pasar lantaran ilegal dan masa berlakunya telah  habis.
 
Sebagai upaya mencegah pemalsuan pestida, aktivitas Komisi Pengawasan Pupuk dan Pestisida (KP3) terus dioptimalkan.
 
“Kementan dan Polri terus berkoordinasi dengan membentuk Satgas Pangan. Lingkupnya mengawasi sembako, saprodi, dan pestisida,” ulasnya.
 
 
Apresiasi Atas Anti-Counterfeit
 
Februari lalu, kolaborasi antara Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (DPKP), Polri, dan Kejaksaan Kab. Brebes berhasil membongkar sindikat peredaran pestisida palsu.
 
Dua tersangka pemalsuan dipidana 10 bulan penjara. Sebanyak 1.031 botol pestisida dari berbagai merek dan sebuah mobil menjadi barang buktinya.
 
Keberhasilan dalam penangkapan dan penyidangan pelaku pemalsuan pestisida ini mendapat apresiasi dari CropLife Indonesia.
 
Penghargaan Anti-Counterfeit (ACF) diberikan kepada Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Kab. Brebes, Yulia Hendrawati dan Polres Brebes yang diwakili Kasat Reskrim AKP Tri Agung.
 
Selain pemberian penghargaan ACF, CropLife Indonesia, Kementerian Pertanian, Bareskrim Polri, dan Beacukai melakukan penandatangan nota kesepahaman dalam upaya penanggulangan pestisida palsu dan ilegal. ***
 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain