Rabu, 4 Januari 2023

Arvin Wijaya, Totalitas Menguatkan Nekat

Arvin Wijaya, Totalitas Menguatkan Nekat

Foto: Windi Listianingsih
Arvin Wijaya - Balik lagi ke diri sendiri, sebelum mengkomplain orang lain, kacamata diri sendiri. Kita lihat diri sendiri dulu. Jangan-jangan yang salah bukan dia

Menghasilkan produk berkualitas bagus secara kontinu pasti diterima pasar.
 
 
Mengembangkan bisnis pertanian presisi yang sarat teknologi dan modal ‘raksasa’ jadi tantangan berat bagi anak muda. Namun, hal itu bukan tidak mungkin dilakukan. Arvin Wijaya dan Stefanus Rangga Santoso, duo sohib ini membuktikan dengan mendirikan kebun melon yang ditanam di dalam greenhouse (rumah kaca) senilai Rp12 miliar per ha.
 
Kebun bernama Laguna Greenhouse di Kudus dan Semarang, Jateng itu memproduksi 6 – 7 ton melon premium per minggu dengan kadar kemanisan (brix) 15. Kendati harganya ‘melangit’, melon premium sangat baik diterima pasar. Bagaimana duo sohib mengelola bisnis hortikultura yang tidak murah ini dengan apik? 
 
 
Hortikultura
 
Arvin menjelaskan, bisnis melon premium bermula dari budidaya hortikultura di lahan terbuka di Wonogiri, Jateng pada 2015. Saat itu Arvin dan Rangga masih kuliah. Mereka membudidayakan melon, cabai, bawang merah yang bekerja sama dengan petani setempat.
 
Petani mengelola tanaman sedangkan duo sohib menyediakan lahan, benih, pupuk, dan akses pasar. ”Kita yang cari pasarnya, keliling ke sana-sini, tawarin sama sini. Kita door to door dari awal,” terang Arvin saat disambangi AGRINA.  
 
Sejak awal mereka memilih hortikultura karena nilai tambahnya lebih tinggi dari tanaman lain, seperti padi. ”Meski tantangannya lebih besar tapi memang marginnya lebih tinggi,” bukanya.
 
Petani mitra tidak menguasai budidaya hortikultura. Mau tidak mau, Arvin dan Rangga yang mencari ilmunya walau tidak punya dasar pertanian. Pasalnya, Arvin kuliah jurusan manajemen bisnis sedangkan Rangga bidang desain interior.
 
“Jadi kita belajar dari situ kalau pertanian itu banyak sekali masalahnya. Tapi, kita suka karena ternyata dari kita masuk di desa Wonogiri itu, petani-petani yang dulunya cuma jalan kaki, cuma punya sepeda, dia ‘kan buruh tani dengan gaji yang standarlah, nggak terlalu besar, ternyata mereka bisa nyicil motor, bisa segala macam juga. Jadi, agak happy,” ulasnya.
 
Pria kelahiran 11 Mei 1995 ini menilai, menanam hortikultura di lahan terbuka itu seperti judi. Saat musim bagus dan hasil panen baik, harganya hancur. Sebaliknya di musim hujan, panen gagal, harganya justru bagus. “Kalau kayak gini ya ini bakalan rugi terus. Kayak lingkaran setan, nggak bakalan selesai. Jalan keluarnya bagaimana, ya kita harus bisa mengontrol variabel-variabel eksternal ini,“ serunya.
 
 
Laguna Greenhouse
 
Arvin dan Rangga lantas melirik teknologi greenhouse agar bisa menghasilkan produk yang bagus secara kontinu tanpa kendala musim. ”Nggak ada solusi lain kecuali pakai teknologi, ya greenhouse itu,” katanya. Mereka pun membangun 4 unit greenhouse ukuran 8.500 m2 di atas 1,3 ha lahan di Kudus pada 2017. saat itulah lahir Laguna Greenhouse sebagai produsen melon premium yang ditanam di greenhouse.
 
Mereka fokus menanam melon karena nilai ekonominya mampu menutup investasi greenhouse yang cukup besar. Arvin membuka, investasi greenhouse sebesar Rp1 jutaan/m2. Pasalnya, greenhouse ini dilengkapi teknologi vertigasi serta sensor suhu dan kelembapan otomatis. Dihitung-hitung, modal membangun greenhouse tersebut mencapai Rp12 miliar – Rp13 miliar per hektar.
 
Awalnya mereka menanam berbagai varietas melon, seperti Inthanon dan Kinanti. Puluhan varietas dicoba dengan racikan nutrisi yang berbeda-beda. ”Pasti ada dramanya ya. Waktu awal tanam gagal, sama nggak tumbuh, buahnya jelek, nggak manis. Ya pastilah ada gagalnya,” ungkap Arvin mengenang awal tanam dengan greenhouse.
 
Arvin mengaku nekat membuka greenhouse bermodal miliaran. ”Itu memang nekat,” ia terbahak, ”Kalau kita bikinnya 500-100 m2, sudah malas itu, nggak dikerjain pasti. Dengan luasan 8.500 m2, sudah terlanjur basah. Jadi, nggak mau harus jadi. Jadi totalitas sekalian karena sudah terlanjur keluar biaya.”
 
Arvin yakin, asal mau menekuni pekerjaan dengan tekad kuat, pasti berhasil. ”Kita lihat aja petani di luar negeri itu ‘kan yang sukses banyak. Nguatin tekad itu nggak mudah lo. Ngerjain itu (greenhouse) goyang-goyang mental ya pasti banyak,” jelasnya.
 
 
Honey White
 
Sekitar tahun 2019, duo sohib uji coba tanam melon varietas honey white. Melon ini sangat diminati pasar karena rasanya manis menyegarkan, tekstur buahnya renyah, dan juicy. Honey whitememiliki keunggulan nilai brix yang cukup tinggi, minimal 14. Namun, varietas inisulit diproduksi. Bermodal teknologi dan formulasi nutrisi yang tepat, Laguna Greenhouse menjadi satu-satunya produsen yang mendapat kontrak ekslusif menanam melon honey white di Indonesia.
 
Pada Juli 2021 Arvin dan Rangga membangun greenhouse kedua di Semarang untuk ditanami honey white. Ada 4 greenhouse seluas 8.500 m2 yang dibagi jadi 4 umur tanam sehingga bisa panen bergiliran. Dengan total 8 greenhouse, setiap minggu Laguna Greenhouse bisa memanen 6 – 7 ton melon premium yang dipasarkan ke Jakarta, Surabaya, Semarang, Bali, Medan, dan Palembang.  
 
Harga jual melon ini tidak main-main, berkisar Rp30 ribu – Rp40 ribu/kg dalam partai besar. Laguna Greenhouse juga menjual melon premium secara eceran Rp50 ribu/buah bobot 1,2 kg/buah.
 
Di Jakarta harga honey whitemencapai Rp70 ribu – Rp100 ribu/kg. “Jakarta itu belum penuh, masih kekurangan barang. Permintaan itu banyak. Kalau barangnya bagus, pasti laku,” ungkap Arvin yang mengaku tidak sulit mencari pasar.
 
Apalagi, melon ini ditanam dengan sistem hidroponik dan bebas residu pestisida. Arvin juga menjamin kemanisan melon dengan mengeluarkan sertifikat kualitas. Sertifikat ini berisi informasi nilai brix minimal, rata-rata, dan maksimal. ”Brixnya kurang lebih kita di 15. Standar minimal kita 14 brixnya. Brix melon di kami pernah sampai 19,” tukasnya.
 
Memiliki racikan nutrisi khusus, Arvin tidak khawatir formulasinya dicuri orang. Malah ia mempersilahkan untuk meniru sebab tidak mudah karena sifatnya spesifik lokasi. ”Nggak akan jadi. Pasti beda. Pindah tempat, pasti variabelnya terlalu banyak, orangnya beda, iklimnya juga beda. Di pertanian itu nggak ada kalau copy paste itu jadi,” ulasnya.
 
 
Bisnis dengan Rekan
 
Arvin mengungkap, usaha yang dirintis bersama Rangga murni mengandalkan dukungan rekan tanpa melibatkan lembaga keuangan. Cara meyakinkan investor, bukanya, “Yang pasti itu percaya sama kita, track record kita. Kita punya visi misi apa ke depan. Ya tentu mereka harus bisa melihat pertanian itu memang dibutuhkan. Ya harus ada passion-nya jugalah.”
 
Pria asli Semarang ini menyarankan untuk mengedepankan jujur agar langgeng membangun bisnis bareng bestie. ”Nomor satu jujur. Yang kedua, komunikasi. Jadi kalau ada apa-apa, harus dikomunikasikan. Kalau ada masalah atau nggak sepaham, ya ngomong. Masalah harus selesai. Syarat mutlak itu jujur,” cetusnya.
 
Slek dengan sohib, lanjutnya, itu sudah biasa. “Ya saling memahamilah, jangan menang-menangan. Balik lagi ke diri sendiri, sebelum mengkomplain orang lain, kacamata diri sendiri. Kita lihat diri sendiri dulu. Jangan-jangan yang salah bukan dia. Itu kecil tapi susah jalaninnya,” pungkasnya.
 
 
 
 
Windi Listianingsih dan Brenda Andriana

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain