Jumat, 12 Mei 2023

Ayatullah M Natsir, Semuanya untuk Ibadah

Ayatullah M Natsir, Semuanya untuk Ibadah

Foto: Dok. Pribadi
Ayatullah - Lebih ke arah evaluasi diri. Jadi, tidak menyalahkan orang lain tapi menyalahkan diri sendiri

Terus belajar hal baru karena dunia penuhi dinamika.
 
Berkecimpung dalam dunia kesehatan hewan membuat penghambaan diri kepada Tuhan semakin besar. Kehidupan dan kematian menjadi hak penuh Yang Maha Kuasa.
 
Setelah melakukan berbagai upaya, manusia hanya bisa berserah saat kematian menyapa dan tidak jumawa ketika kesembuhan menjelma. Dan semua aktivitas yang dilakukan diniatkan sebagai ibadah agar mendapat nilai lebih di mata Sang Pencipta.
 
Itulah hikmah perbincangan AGRINA dengan Ayatullah M Natsir, Poultry Bussiness Unit Manager PT Ceva Animal Health Indonesia yang sarat makna.
 
 
Bicara Kesehatan
 
Pria yang akrab disapa Ayat itu mengaku, aktivitasnya berkarier di industri obat hewan adalah bagian dari menerapkan ilmu yang didapat saat menempuh pendidikan kedokteran hewan di IPB University.
 
Dalam industri obat hewan, perannya membantu peternak dan hewan ternak agar dapat menghadapi setiap tantangan. “Kalau kita membantu pasien tidak mati atau tidak sakit, itu kebahagiaan kita. Imbal baliknya, kita dilihat partner, kita bisa membantu, kita bisa jadi partner. Itu juga kebahagiaan yang lain,” ucapnya.
 
Bekerja di bidang pemasaran obat hewan, khususnya vaksin, Ayat menilai, inti yang dibahas adalah kesehatan. “Kita bisnisnya kesehatan hewan, kita ngomong ke pemerintah ya ngomongnya kesehatan hewan. Kita di peternak ya ngomong kesehatan hewan. Jadi, benar-benar fokus di kesehatan hewan, tidak kemana-mana. Cuma cara mengomunikasikan ke pemerintah, peternak, perusahaan berbeda-beda. Tapi, ujung-ujungnya kita ngomong adalah kesehatan hewan. Bahasanya adalah bahasa kesehatan hewan,” ulasnya.
 
Tenaga pemasaran juga harus tahu problem di lapangan, mendengar kemauan dan kebutuhan peternak, serta punya pengetahuan bidang yang digeluti. “Kita itu lebih ke arah partner, konsultatif, jadi lebih ke arah konsultasi, penyakitnya apa dan solusinya. Jadi, pengetahuan kesehatan hewannya harus kuat. Karena semua ujungnya pada bisnis. Saya dapat untung, ayam saya sehat berproduksi, ayam saya nggak mati, FCR-nya bagus, berat badannya bagus. Bahasa-bahasa di peternakan begitu. Di situ kita menghasilkan solusi, kita pakai strategi juga di lapangan,” ceritanya.
 
Ayat yang bergabung di Ceva sejak 2010 itu mengatakan, tantangan yang bikin stres dalam bekerja itu saat ada kasus penyakit. Misalnya, ayam sudah divaksin dan menerapkan portofolio sesuai anjuran tapi kondisinya masih sakit dan tidak tumbuh optimal.
 
”Itu menyebabkan tantangan terberat yang jadi beban. Kalau saya sebagai muslim, kita bicara ayam hidup atau mati, yang nentuin ‘kan bukan kita. Akhirnya yang jadi beban beratnya kita, nggak jadi beban bener karena berserah diri,” bukanya.
 
 
Edukasi Teknologi Baru
 
Sementara, tantangan yang dihadapi yaitu edukasi para stakeholder tentang aplikasi teknologi vaksin terbaru. Ayat menjelaskan, Ceva merupakan perusahaan yang tumbuh dari mengenalkan teknologi baru, khususnya teknologi vaksin.
 
”Jadi, tantangannya lebih ke edukasi stakeholder benefitnya vaksin. Dulu orang bicaranya vaksin di farm, Ceva mengedukasi vaksin di hatchery. Kita edukasi bagaimana semua vaksinnya di hatchery. Itu ‘kan tantangan ya. Tapi pada saat semua orang melihat keuntungan vaksin di hatchery, ya kita tumbuh, peternak hepi,” ucapnya.
 
Salah satu produk vaksin terbaru milik Ceva adalah Vectormune AI, yaitu vaksin rekombinan HVT-H5 (Herpesvirus Turkey AI). Vaksin dengan teknologi teranyar ini merupakan virus marek yang disisipi gen AI H5.
 
”Ceva sangat yakin dengan produknya. Bahwa produk ini menjadi solusi, produk ini menjadi hal yang bisa mengurangi kerugian di lapangan. Kita tantangannya sekarang bagaimana mengedukasi Vectormune AI dibutuhkan, bahwa vaksin ini aman, bisa memberikan perlindungan yang lebih baik, punya safety yang lebih baik,” ulas Ayat.
 
 
Niat ibadah
 
Menjadi seorang muslim, pria kelahiran Kediri, Jawa Timur, 18 Februari 1979 ini menjelaskan, semua aktivitasnya diniatkan sebagai ibadah.
 
“Kadang juga godaan itu ada. Kalau saya sukses, pengen ini, pengen itu. Ya balik lagi, semua itu saya niatkan ibadah. Kalau saya cuma jualan vaksin saja, niatnya ya cuma dapat sales saja. Tapi kalau niatnya bantu peternak, supaya ayamnya tidak sakit, bantu si ayam sendiri supaya tidak kesakitan, itu ‘kan dapat nilai ibadah. Itu nilai yang saya pegang,” terangnya.
 
Ia pun menekankan hal tersebut pada semua tim, termasuk bersyukur dan memahami kekuasaan Sang Pencipta.
 
“Wah ayamnya sehat setelah pakai vaksin, ya harus bersyukur. Bukan karena vaksinnya saja, tapi juga ada takdir di situ. Karena yang mematikan dan menyehatkan bukan vaksin saja. Kalau saatnya mati, ya mati. Bukan karena vaksin juga mati. ‘Kan makhluk hidup, di luar kendali kita,” tukas penggemar olahraga mini soccer dan bersepeda itu.
 
Sebagai manusia, Ayat menilai normal bila bersedih atau sakit hati sewaktu merasakan pengalaman yang kurang menyenangkan. Tidak lupa, ia memperbanyak memohon ampun pada Tuhan agar mendaoat ketenangan.
 
”Kalau kita mendapat tekanan ya banyak istighfar saja. Jangan-jangan saya salah. Kemarin saya melakukan apa jadi seperti ini, tidak bagus. Lebih ke arah evaluasi diri. Jadi, tidak menyalahkan orang lain tapi menyalahkan diri sendiri,” cetusnya bijak.
 
 
Senang Belajar
 
Ayat menuturkan, dunia kesehatan hewan itu penuh dinamika baik dari sisi penyakit maupun teknologi pengendalinya.
 
”Dulu nggak ada penyakit AI (Avian Influenza) clade 2.3.4, terus sekarang kita ngomong itu. Begitu juga penyakit lainnya juga berkembang. Kalau ngomong dari segi teknologi juga ternyata tidak hanya vaksin kita butuhkan. Aplikasi vaksin misalnya, kalau dulu vaksinnya ayam itu dipegang-pegang di farm, terus dimasukkan ke hactery, dipegang juga. Suatu saat kita ngomong (vaksin) in-ovo, di telur,” cerita dia.
 
Oleh sebab itu, para pegiat kesehatan hewan harus terus belajar mengenai perkembangan ilmu dan teknologi yang ada. “Jadi, kita harus belajar lagi. Belajar untuk menyampaikan, kita monitor, hasilnya bagusnya di mana, kurangnya di mana, itu yang kita perbaiki. Jadi proses belajar terus karena 5 tahun yang lalu itu sudah berbeda. Kalau perusahaan tidak melakukan itu (belajar), dia akan ketinggalan. Orang yang di dalam perusahaan tidak mau melakukan itu, ya ketinggalan juga,” urai ayah 3 anak itu.
 
Ayat mengaku termasuk orang yang senang belajar dan mempelajari inovasi. ”Garis besarnya, apa yang dimaui produk atau teknologi ini, benefitnya di mana, pasnya ditaruh di mana, cocoknya di mana, itu kita pelajari semua, jadi lebih ke arah belajar,” pungkasnya.
 
 
 
Windi Listianingsih

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain