Minggu, 4 September 2022

Lima Kunci di Balik Swasembada Beras

Lima Kunci di Balik Swasembada Beras

Foto: Dok. Sekretariat Negara
Presiden Jokowi menerima plakat penghargaan Sistem Ketahanan Pertanian Pangan dan Swasembada Beras dari Dirjen IRRI Jean Balie

Berselang 38 tahun, Indonesia kembali meraih predikat swasembada berasdi tengah kondisi dunia yang tidak baik-baik saja. Apa rahasianya?
 
 
Lembaga Penelitian Padi Internasional (International Rice Research Institute - IRRI) mengakui keberhasilan Indonesia mencapai Sistem Ketahanan Pertanian Pangan dan Swasembada Beras 2019-2021 melalui Aplikasi Teknologi Padi. Dirjen IRRI Jean Balie menyerahkan plakat penghargaan itu secara langsung kepada Presiden Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Minggu 14 Agustus 2022.
 
 
Kado Istimewa
 
Dulu, pada 1984 era pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia pernah mencapai status swasembada beras. Saat itu Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (Food & Agriculture Organization-FAO) mengundang Presiden ke markas besarnya di Roma, Italia, untuk menerima penghargaan.
 
Kini, penerimaan penghargaan yang sama itu terasa bagai kado istimewa bagi ulang tahun Kemerdekaan Indonesia ke-77. Bagaimana tidak? Indonesia dinyatakan berswasembada beras selama tiga tahun berturut-turut karena mampu memenuhi minimal 90%kebutuhan pangan pokoknya yang berupa beras dari produksi domestik.
 
Apalagi, "Capaian itudiraih dalam situasi ketahanan pangan dunia yang sedang menghadapi tantangan pandemi Covid-19, dampak perubahan iklim, dan konflik yang sedang terjadi di dunia. Indonesia telah menunjukkan performa yang sangat bagus," pujiRajendraAryal,Kepala Perwakilan FAO Indonesia yang juga hadir dalam seremoni tersebut.Ia berpendapat, prestasi Indonesia itu sangat luar biasa mengingat tantangan produksi pangan saat ini tidaklah mudah.
 
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi beras nasional dari 2019-2021 konsisten berada di angka 31,3 juta ton. Berdasarkan survei BPS, jumlah stok akhir April 2022 berada pada level tertinggi menyentuh angka 10,2 juta ton. Di sisi lain, impor beras khusus, bukan beras medium yang biasa dikonsumsi masyarakat umum, sepanjang 2019-2021 tercatat sebanyak 444.508, 356.286, dan 407.741 ton.             
 
Aktor utama swasembada beras tentu saja para petani. Karena itu Presiden Jokowi dalam sambutannya menyatakan, "Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pelaku dan pekerja di sawah, para petani Indonesia atas kerja kerasnya, tentu saja bupati, gubernur dan jajaran Kementerian Pertanian yang semuanya bekerja sama dengan riset-riset dari universitas perguruan tinggi yang kita miliki. Ini adalah kerja yang terintegrasi dan kerja gotong-royong”.
 
Dan faktanya, menurut Global Report on Food Crises 2022 keluaran FAO, Indonesia memang tidak termasuk 53 negara yang mengalami krisis pangan atau kondisi lebih buruk. Lantas, apa saja strategi pemerintah mencapai swasembada beras?
 
 
Lima CB
 
Moh. Ismail Wahab, Direktur Serealia, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan, mengungkap lebih jauh tentang strategi pembangunan pertanian dalam webinar “Menangkis Ancaman Krisis Pangan Global” (9/8). Strategi itu dirumuskan dalam lima cara bertindak (CB). CB-1 adalah meningkatkan kapasitas produksi pangan pokok, terutama padi, jagung, dan kedelai dengan cara ekstensifikasi dan intensifikasi. CB-2, diversifikasi pangan lokal. CB-3, penguatan cadangan dan sistem logistik pangan, CB-4, pengembangan pertanian modern, dan CB-5, gerakan tiga kali ekspor (gratieks).
 
“Mengapa kita bisa mencapai swasembada beras? Karena kita melaksanakan strategi CB 1-5 terutama CB-1 dan CB-4 itu adalah peningkatan kapasitas produksi dan mekanisasi menggunakan alat dan mesin pertanian prapanen dan pascapanen serta menurunkan jumlah kehilangan produksi (losses ) dengan adanya mekanisasi di hilir,” ujar Ismail yang pernah menjabat Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi (BB Padi), Sukamandi, Subang, Jabar tersebut.
 
Hitungan Ismail, “Kita harus menyediakan tambahan produksi beras sebanyak 800 ribu ton setiap tahun karena jumlah penduduk kita masih terus bertambah dan lahan pangan kita yang mengalami konversi ke nonpangan cukup besar. Jadi, kita harus meningkatkan kapasitas produksi.”
 
Strategi CB-1 diwujudkan dalam langkah intensifikasi pemanfaatan lahan yang sudah ada. Misalnya, meningkatkan Indeks Pertanaman (IP) artinya sebidang lahan tidak hanya ditanami setahun sekali, tetapi menjadi dua, tiga, bahkan di lahan-lahan tertentu empat kali dalam program IP400. Pada 2022, Ditjen Tanaman Pangan, Kementan menetapkan target IP400 seluas 30 ribu ha dengan bantuan saprodi hanya untuk musim pertama. Syaratnya, lahan harus satu hamparan minimal seluas 25 ha, tersedia irigasi selama 11 bulan, dan bukan daerah endemik hama-penyakit.
 
 
 
 
Untuk naskah selengkapnya silakan baca Majalah AGRINA Edisi 339 terbit September 2022 atau dapatkan majalah AGRINA versi digital dalam format pdf di Magzter, Gramedia, dan Myedisi.

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain