Selasa, 4 April 2023

Belajar dari Pengalaman

Belajar dari Pengalaman

Foto: Istimewa
Peternak unggas dihantui virus avian influenza (AI)

Industri peternakan Indonesia, baik ruminansia maupun unggas, benar-benar tengah mengalami tantangan yang amat berat.
 
Sejak 2022 pelaku usaha ternak ruminansia direpotkan oleh merebaknya penyakit mulut dan kuku (PMK), salah satu jenis penyakit virus yang amat ditakuti.
 
Bukan karena menyebabkan kematian langsung yang banyak, tetapi virus ini mendatangkan kerugian ekonomi dalam jumlah besar. Biaya pemeliharaan ternak menjadi membengkak.
 
Hingga hari ini PMK belum terkendali. Virusnya bertahan lama lantaran tak ada tindakan pemusnahan. Pemerintah memilih vaksinasi sebagai jalan keluar.
 
Belum kelar PMK, masuk pula Lumpy Skin Disease (LSD), penyakit menular akibat virus yang juga menyerang ruminansia, khususnya sapi.
 
Sapi terlihat seperti mengalami benjolan-benjolan di bawah kulit yang mengakibatkan sapi kurus dan karkasnya rusak. Produksi susunya turun karena ambingnya mengalami radang. Virus juga menimbulkan gangguan reproduksi pada jantan dan keguguran pada betina.
 
Dua wabah itu belum terselesaikan, giliran peternak unggas dihantui virus avian influenza (AI). Bagi pelaku usaha perunggasan di Tanah Air, virus AI, khususnya strain H5N1, bukanlah pengganggu baru. Bahkan bisa dikatakan, selama ini mereka telah hidup bersama virus AI.
 
Virus ini pertama masuk ke Indonesia dua dekade lalu, tepatnya pertengahan 2003, memporak-porandakan peternakan unggas, baik ras maupun buras. Saat itu pejabat berwenang memilih bungkam seolah tak terjadi wabah AI hingga akhirnya baru buka suara akhir tahun setelah kasus telanjur menjalar ke banyak daerah.
 
Pemerintah memutuskan mengambil kebijakan vaksinasi, bukan stamping out (pemusnahan ternak) lantaran tak tersedia sumber daya finansial melimpah untuk memberikan kompensasi ke peternak yang unggasnya dimusnahkan.
 
Pada 2003-2004 virus AI tipe ganas (highly pathogenic) mewabah, menular sangat cepat, bikin kematian yang masif dan cepat. Kasusnya menyebar hampir ke seluruh Indonesia. Seiring berjalannya waktu, varian virus AI di Indonesia makin lengkap.
 
Tipe yang kurang ganas (low pathogenic) juga ada. Yang satu ini tidak mematikan unggas secara langsung tapi menyebabkan penurunan produktivitas. Tak hanya Indonesia, wabah AI juga melanda negara Asia lainnya, seperti Vietnam dan China.
 
Kendati bukan virus baru seperti SARSCov-2 yang menimbulkan pandemi Covid-10 pada manusia, kehadiran virus ini kembali mengundang tanya akankah juga mengambil korban manusia? Sebagian masyarakat masih ingat pada 2005 ada kasus penularan virus AI ke beberapa orang dan menyebabkan kematian.
 
Sampai 2017, Kemenkes mencatat jumlah kasus pada manusia hanya 200 orang. Kendati begitu, Prof. CA Nidom, pakar virus Unair tetap menyarankan masyarakat menerapkan protokol kesehatan seperti antisipasi Covid dan jangan mengurangi konsumsi unggas karena pangan ini sumber protein yang terjangkau.
 
Masalahnya, anggota kelompok virus influenza tersebut mudah bermutasi, yakni mutasi tipe titik (antigenic drift) dan mutasi fragmen (antigenic shift). Tak ayal variannya makin banyak dengan membentuk beberapa clade atau kelompok gen penyandi protein virus atau individu yang mempunyai jarak kekerabatan dekat.
 
Sifatnya ini “merepotkan” para produsen vaksin karena harus memperbarui seed (benih) virus vaksinnya agar sesuai dengan virus lapangan. Namun berbekal pengalaman selama 20 tahun, mereka bisa mengatasi tantangan itu.
 
Teguh Y. Prajitno, doktor biologi molekuler yang pengalamannya sama panjang dengan keberadaan virus AI di Indonesia, mengungkap, periode 2004-2010 vaksinasi AI di negeri ini gagal. Indikasinya, hanya dalam tiga tahun, 2005-2007, perusahaan pembibitan kehilangan 7 juta ekor parent stock (PS) atau induk.
 
Baru akhirnya 2011 ada langkah baru dengan sequencing atau mengidentifikasi materi genetik virus-virus di lapangan sampai 3.000 virus. Dari sinilah didapat seed virus untuk bahan vaksin yang cocok dengan virus di lapangan.
 
Perubahan strategi itu membuahkan kesuksesan bagi Indonesia. Akhirnya,Indonesia dianggap yang sukses mengendalikan AI dengan vaksinasi. Sehingga, menurut Teguh yang juga petinggi perusahaan vaksin, beberapa negara sudah melirik vaksin AI buatan anak negeri. Kesempatan baik untuk membantu negara lain mengendalikan wabah AI sekaligus memanen devisa.
 
 
 
 
Peni Sari Palupi

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain