Rabu, 12 Juli 2023

Teknologi Terkini Dalam Produksi Pangan

Pemerintah Indonesia pernah mencanangkan cita-cita yang tinggi untuk menjadi lumbung pangan dunia pada 2045.
 
Pencapaiannya bertahap sejak 2016 dengan sembilan komoditas target yang diupayakan mencapai swasembada, yakni padi, bawang merah, cabai, jagung, gula konsumsi, bawang putih, kedelai, gula industri, dan terakhir daging sapi.
 
Namun, sepertinya target swasembada gula konsumsi, bawang putih, dan kedelai dipastikan meleset dari tahun pencapaiannya, yakni 2020.
 
Pencapaian produksi pangan memang tidak semakin mudah, bahkan sebaliknya semakin sulit karena menghadapi sejumlah tantangan.
 
Luas lahan yang menciut karena beralih peruntukannya menjadi lahan nonpertanian, seperti permukiman, industri, dan pembangunan infrastruktur.
 
Intinya, harus berproduksi lebih tinggi di lahan yang menyempit. Belum lagi tantangan perubahan iklim yang juga mempengaruhi serangan organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
 
Dan yang belakangan digaungkan di tingkat global adalah tuntutan penurunan emisi gas rumah kaca.
 
Teknologi menjadi keniscayaan untuk diimplementasikan. Mulai dari teknologi perbenihan guna menghasilkan benih yang sesuai dengan perubahan iklim, tahan terhadap serangan OPT, dan efisien biaya produksinya.
 
Teknologi mekanisasi untuk merakit alat dan mesin yang mampu mempercepat persiapan tanam, proses penanaman, pemupukan, pengendalian OPT, hingga pemanenan.
 
Bahkan,sampai ke pengolahan sehingga produk akhirnya berkualitas baik dan terhindar dari kehilangan yang besar.
 
Teknologi informasi dan digital juga sangat diperlukan untuk menerapkan pertanian presisi dan pertanian pintar.
 
Tujuannya, mencapai target produksi tinggi dengan penggunaan sumber daya, termasuk lingkungan secara efisien.
 
Dalam Pekan Nasional Petani Nelayan XVI di Padang, Sumbar, 10-15 Juni lalu, banyak penyedia sarana produksi yang memamerkan produk andalannya.
 
Dari perbenihan, hadir untuk pertama kali di Indonesia benih jagung biotek (GMO-genetically modified organism) atau lebih dikenal sebagai benih transgenik.
 
Benih yang dikembangkan sejak 1998 tersebut akhirnya meluncur ke pasar meski masih dalam jumlah terbatas.
 
Benih ini diklaim toleran terhadap herbisida glifosat dan hama penggerekbatang. Produktivitasnya lebih tinggi 10%-15% ketimbang yang nonbiotek.
 
Dari permesinan, salah satu produsen mempromosikan traktor tipe terbaru yang cocok untuk penggunaan di lahan kering. Lahan kering di Indonesia sangat melimpah dan belum banyak diberdayakan.
 
Karena itu, kehadiran traktor tersebut diharapkan mendukung pemanfaatan lahan kering yang bisa menggantikan lahan pertanian teralih fungsi.
 
Sementara untuk komoditas hortikultura terbilang banyak inovasi. Pada gelaran empat tahun sekali tersebut, Kementan dan perusahaan pemasok sarananya memamerkan Smart Green House (SGH) alias rumah kaca pintar.
 
Penggunaan SGH bertujuan memodifikasi iklim mikro dengan penerapan teknologi berupa sensor di dalam bangunan dan otomatisasi proses pemupukan dan irigasi.
 
Dengan begitu, petani dapat menanam komoditas yang tidak sesuai kondisi iklim setempat melalui modifikasi iklim mikro di dalam bangunan.
 
Misalnya, tomat cherry yang biasanya dikembangkan di dataran tinggi bisa ditanam di dataran rendah dalam SGH.
 
Cuaca ekstrem juga tidak lagi menjadi kendala dalam budidaya. Selain itu, rumah kaca ini membantu petani memproduksi sayuran dan buah semusim tanpa pestisida serta irit air.
 
Di negara tetangga seperti Thailand dan Filipina, teknologi penanaman komoditas hortikultura dalam ruangan sudah lebih maju dengan sistem vertikal (vertical farming).
 
Sistem pertanian ini mengurangi tekanan pada ekosistem karena emisi CO2-nya lebih rendah 67%-92% ketimbang budidaya dalam rumah kaca.
 
Selain itu, mengurangi persaingan penggunaan lahan pertanian dan memperpendek rantai suplai ke konsumen.
 
Menurut Christine Zimmermann-Loessi, Ketua Asosiasi Pertanian Vertikal, Mei lalu di Bangkok, Thailand, pertanian vertikal juga sangat hemat air sampai 98%, pupuk NPK hingga 70%, tanpa pestisida, dan mengurangi limbah pangan.
 
Mahalkah biaya produksinya? Tergantung pilihan teknologi sang pembudidaya.
 
 
Peni Sari Palupi

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain