Minggu, 4 Desember 2022

Strategi Mentereng Gubernur Jawa Tengah Mengelola Pangan Daerah

Strategi Mentereng Gubernur Jawa Tengah Mengelola Pangan Daerah

Foto: Humas Pemprov Jateng
Ganjar Pranowo (tengah), BUMP memberikan petani 2 keuntungan

Menyentuh hulu-hilir, hingga membangun skil wirausaha petani dengan pengembangan BUMP.
 
 
Sebagai salah satu sentra penghasil pangan Indonesia, pengelolaan pangan di Jawa Tengah menjadi perhatian utama. Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo berupaya keras mempedulikan ketahanan pangan di wilayahnya dengan memajukan sektor pangan. Berbagai strategi dilakukan untuk mengelola pangan. Mulai dari pelibatan aparat desa, tokoh masyarakat, penyediaan infrastruktur pertanian, hingga membuka ruang sharing dengan petani milenial.
 
 
Lima Strategi
 
Ganjar memiliki 5 strategi mentereng dalam mengelola pangan daerah sehingga ketahanan pangan di Provinsi Jawa Tengah  (Jateng) bisa aman terkendali. Pertama, ia menggandeng kades (kepala desa) dan perangkat desa menjaga untuk ketahanan pangan. Ganjar berharap, seluruh kades dan perangkat desa terus menjaga ketahanan pangan di level desa. Hal itu menjadi salah satu langkah penting selain terus berinovasi dalam menghadapi tantangan masa depan.
 
“Kalau desa ini kuat, dijaga betul oleh kawan-kawan kades atau perangkat desa, kawan-kawan dari Papdesi ini, menurut saya, ini akan menjadi bagian kita untuk menjaga ketahanan, di tengah geopolitik yang nanti bergerak,” katanya.
 
Menurut pria kelahiran 28 Oktober 1968 ini, para kades memiliki banyak pengalaman dalam memberdayakan pekarangan, menghadirkan makanan alternatif, dan diversifikasi pangan dalam rangka menjaga ketahanan pangan di Jateng.
 
Strategi kedua, mengajak petani menanam bahan pangan pendamping beras untuk mewujudkan ketahanan pangan. Ganjar kerap menyampaikan hal ini, terutama saat Jateng menghadapi pandemi Covid-19. "Mari kita lihat kondisi dunia ketika pandemi berjalan. Ekonomi mereka sudah minus. Maka, pangan harus menjadi yang utama," serunya.
 
Gubernur menyebutkan, ada sejumlah makanan alternatif selain nasi. Di antaranya, umbi-umbian, jagung, porang, dan makanan alternatif lainnya sebagai pendamping nasi. "Mari bersama-sama mengembangkan pertanian agar ketahanan pangan dan kedaulatannya cukup soal mulut dan perut agar kita tidak selalu makan gandum atau nasi, tetapi asupan gizinya tetap terpenuhi," katanya.
 
Berdasarkan data BPS Jateng, pada tahun 2021 luas panen ubi kayu di provinsi ini ada 97.976 ha. Sementara itu, luas panen ubi jalar, jagung, dan kedelai masing-masing sekitar 5.268 ha, 582.432 ha, dan 28.431 ha.
 
Untuk mendukung lahan persawahan, Ganjar juga membangun 1.000 embung. Program 1.000 Embung Buat Petani Sejahtera tersebut dicanangkan tahun 2015 dengan tujuan mengatasi kesulitan air bersih dan kekeringan lahan pertanian. Target 1.000 embung pun terlampaui dengan terbangun sebanyak 1.135 unit. ”Embung ibarat sebuah jantung desa. Dari embung, air mengalir untuk kebutuhan sehari-hari dan mengairi sawah-sawah warga. Gerakan seribu embung ini membuat petani Jateng bisa panen 3 kali,” ungkapnya.
 
 
Beras Klaten
 
Mengajak masyarakat membeli beras Srinuk Klaten menjadi strategi ketiga. Ganjar mendukung pembelian beras Srinuk asal Klaten untuk mendorong ketahanan pangan. Kabupaten Klaten misalnya, telah mengeluarkan kebijakan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) yang diwajibkan membeli 10 kg beras Srinuk tiap sebulan. "Kalau ini kita dampingi, ketahanan pangan kita kuat. Sambil tentu saja kalau Jateng, beras sudah bagus dan surplus. Kita kembangkan pendamping beras karena banyak umbi, jagung, dan komoditas lain yang menggantikan," ucapnya.
 
Kabid Litbang Bappedalitbang Kabupaten Klaten, Muhammad Umar Said menyebutkan, tanaman padi padi Srinuk yang adasaat ini sekitar 180 ha. "Kalau terhitung sejak awal tahun, sudah lebih dari 500 hektar. Rata-rata produktivitas sekitar 6 - 6,5 ton/ha," kata Said.
 
Strategi keempat yaitu bersama Habib Syech Qodir Assegaf mengajak pramuka menjaga ketahanan pangan. Ganjar dan Habib Syech bin Abdul Qodir Assegaf mendorong pramuka Jateng untuk menjadi kekuatan dalam menginisiasi aktivitas di lingkungan sekitar. Di antaranya dalam hal ketahanan pangan, menjaga kebersihan lingkungan serta antinarkoba, dan mencegah pernikahan dini.
 
“Mereka musti membantu tetangga kiri-kanannya agar ketahanan pangan bisa dilakukan. Ayo tanami pekarangannya, siapkan tanaman-tanaman pendamping beras! Ini kita dorong agar mereka menjadi kekuatan untuk bisa menginisiasi aktivitas di lingkungan sekitarnya. Jadi ngiras-ngirus, sambil selawat, kita edukasi pramuka kita,” urainya.
 
 
BUMP
 
Strategi kelima yang tidak kalah mentereng adalah ide cemerlang membuat Badan Usaha Milik Petani (BUMP) yang sangat menguntungkan. Salah satunya, BUMP PT Wijaya Kusuma Pangan Mandiri di Sistem Resi Gudang, Kecamatan Sidareja, Kabupaten Cilacap.
 
Ganjar mengatakan, keuntungan yang didapat oleh petani dan pengelola BUMP bukan hanya satu. Seiring berjalannya waktu, petani juga akan mendapat keuntungan jika menjadi pemegang saham. “Sehingga, petani desainnya akan mendapatkan dua keuntungan. Keuntungan pertama menjual produknya sudah untung, kedua pada saat akhir tahun mereka rapat umum pemegang saham,” katanya.
 
Pemerintah berkewajiban untuk terus memfasilitasi dan mendampingi petani dengan para pakar serta aktivis yang peduli untuk mengembangkan pangan. “Kita mulai tambah pengalaman-pengalaman yang bagus, akan kita tularkan sehingga kelak kemudian, tidak usah kita paksa tapi ada semacam demplot-demplot yang petani lain nanti bisa ngikuti dan belajar. Harapan saya setiap kabupaten punya,” bukanya.
 
BUMP adalah program Dinas Ketahanan Pangan Pemprov Jateng. Sejak berdiri 16 Agustus 2021, BUMP ini sudah membina 1.000 petani. Petani mendapat bantuan benih, pupuk, dan pemasaran. Petani Cilacap yang tergabung dalam BUMP kini mendapat omzet Rp2 miliar dengan modal hanya Rp200 juta.
 
 
Milenial
 
Ganjar sangat bangga dan mengapresiasi peran petani milebial dalam mendukung ketahanan pangan dan menggerakkan ekonomi daerah. "Mereka champion yang bisa kita jadikan contoh soal pangan. Itu betul-betul generasi berikutnya itu siap kok membereskan soal ini (pangan)," katanya. Terlebih, petani milenial di Jateng banyak yang mengadaptasi smart farming, digitalisasi, dan Internet of Things (IoT). "Banyak ya kelompok-kelompok tani, anak-anak muda, mereka membuat semacam ini (smart farming). Bahkan, sudah ada yang investasi yang cukup tinggi," imbuhnya.
 
Karena itu, Ganjar membuka ruang berbagi antara petani milenial Jateng dan pegiat pertanian di seluruh Indonesia agar proses pembelajaran smart farming, digitalisasi, dan IoT berjalan merata. ”Kita bisa bertukar pengalaman ya, dari pengalaman mereka yang dimiliki di daerah ini, sehingga saling belajar lah. Jadi, learning process-nya ini bisa makin menyempurnakan, sangat bisa saling bertukar, sharing," katanya. 
 
Salah satu petani milenial tersebut adalah Arvin Wijaya, pendiri Laguna Greenhouse di kawasan perumahan elit di Semarang. Mengusung konsep smart farming, Arvin dan rekannya, Stevanus Rangga Santosa, membudidayakan melon sistem hidroponik di dalam green house seluas 1,7 ha. Green house ini dilengkapi dengan sistem vertigasi, kontrol suhu dan kelembapan otomatis.
 
Setelah berhitung-hitung, Arvin dan Rangga memilih tanam melon karena nilai ekonomisnya sesuai untuk investasi green house yang tidak murah. ”Kenapa green house karena kita pingin hortikultur tapi produknya bisa konsisten, setiap musim selalu ada barangnya, kualitasnya selalu bagus. Itu ‘kan nggak ada solusi lain selain pakai teknologi, ya green house tersebut,” ungkapnya.   
 
Arvin mengaku bisa memanen 6-7 ton melon kualitas premium setiap minggu. Harga jual melon varietas honey white ini berkisar Rp35 ribu – Rp40 ribu/kg untuk pasar Jakarta, Surabaya, Bali dan Semarang. ”Kita yang dijual nggak cuma barangnya tapi ada kualitasnya. Terus, kita bisa suplai konsisten walaupun musim hujan. Itu ‘kan nilai plus juga yang kita tawarkan,” pungkasnya.
 
 
 
 
 
Windi Listianingsih dan Brenda Andriana

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain