Sabtu, 4 Pebruari 2023

Menguak Misteri Biosaka

Menguak Misteri Biosaka

Foto: Syafnijal Datuk Sinaro
Biosaka bermanfaat melindungi tanaman dari serangan hama dan penyakit

Inovasi ini menggunakan bahan alami, bukan fermentasi, dan mudah pembuatannya.
 
 
Berbagai inovasi terus dilakukan petani guna menyuburkan tanaman di tengah mahal dan sulitnya pupuk. Terakhir adalah pemanfaatan larutan Biosaka sebagai elisitor bagi tanaman budidaya, baik itu padi, jagung kedelai, bawang merah, melon dan lainnya.
 
 
Elisitor
 
Berawal dari Blitar, Jatim pada tahun 2019, kini penerapan Biosaka sudah menyebar di berbagai wilayah Nusantara. Di Blitar penggunaan biosaka sudah dirasakan manfaatnya bagi petani, yaitu efisiensi biaya usaha tani, meminimalisasi serangan hama dan penyakit, serta meningkatkan produksi.
 
Menurut penemunya, Muhammad Anshar, Biosaka adalah bahan dari larutan ekstrak tumbuhan yang berperan sebagai elisitor yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman karena mengandung hormon, spora, dan bakteri yang tinggi. Penggunaan Biosaka dalam usaha tani sebagai salah satu upaya perlindungan tanaman berbasis ekologi untuk menjaga kelestarian lingkungan.
 
Anshar menyebutkan, penemuannya ini sudah diteliti Prof. Dr. Robert Manurung, dosen dan guru besar ITB yang menyimpulkan Biosaka sebagai elisitor yang dapat merangsang sel-sel pada tanaman dapat tumbuh dengan baik. “Biosaka terdiri dari suku kata bio dan saka. Bio singkatan dari biologi dan saka singkatan dari soko alam,kembali ke alam atau dari alam kembali ke alam. Ini adalah inovasi dari bahan baru-terbarukan yang tersedia melimpah di alam,” ujarnya. 
 
Ide awalnya, lanjut Anshar, bermula dari rasa penasaran terhadap masih suburnya berbagai macam rumput dan gulma, termasuk yang tumbuh di pinggir jalan dan tidak saling mematikan. Sebaliknya, petani bilang lahan pertanian kekurangan unsur hara sehingga produksi tanaman terus turun.
 
Akibatnya, petani terus menambah pemakaian pupuk kimia sehingga harga pokok produksi (HPP) terus naik sehingga HPP padi di Indonesia lebih tinggi dibandingkan negara lain. Buktinya, Thailand, Vietnam, China, dan negara lainnya mengekspor beras ke Indonesia karena HPPP padi di negara tersebut lebih rendah.
 
“Kenapa semuanya sama-sama tumbuh subur? Jawabannya karena frekuensinya sama. Ibarat orang yang tinggal di suatu pemukiman jika semuanya sama-sama bergaul dan bersosialisasi atau beradaptasi, maka mereka hidup rukun dan damai. Ketika ada tetangga baru yang angkuh dan sombong maka akan dijauhi, bahkan bisa jadi dibuat tidak betah. Kira-kira seperti itu pulalah tanaman yang kita tanam dengan rumput dan gulma lainnya,” Anshar menjelaskan filosofi temuannya.
 
Maka, lanjut pria yang tidak lolos masuk jurusan biologi UGM ini, agar tanaman tersebut rukun dan sama-sama subur dengan rumput dan gulma, harus disatukan frekuensinya yaitu melalui implementasi Biosaka. “Jadi, Biosaka tidak menggunakan mikroba maupun proses fermentasi dalam pembuatannya dan bukan teknologi yang rumit. Tapi,hanya sesuatu yang sederhana sekali. Dalam membuatnya tidak menggunakan mesin, hanya dengan tangan,” sambungnya.
 
Hama dan penyakit menyerang tanaman karena tanaman mengeluarkan aroma, gelombang, sinyal, atau tanda lainnya yang ditangkap pancaindra hama dan penyakit. Biosaka membentengi tanaman tersebut agar aroma, gelombang, dan sinyal tersebut tidak keluar lalu ditangkap oleh pancaindra hama dan penyakit.
 
 
Ilmu Al Quran
 
Anshar mengungkap, tidak ada misteri dalam proses pembuatan Biosaka seperti anggapan para petani ketika awal diperkenalkan. Semua prosesnya ilmiah dan ada landasan teorinya. Hanya saja karena selama ini petani dicekoki teori ilmu pertanian negara barat maka mereka meninggalkan ilmu Al Quran.
 
Ia merujuk Al Quran Surat Yunus ayat 24 dan Surat Al An’am ayat 99. ”Nah, sekarang mari kita kembali menerapkan ilmu yang diturunkan Allah SWT kepada umat manusia tersebut, yakni yang menyuburkan tanaman adalah air,” jelas pria yang mengaku sudah empat tahun mensosialisasikan Biosaka.
 
Sebagai penggagas Biosaka, ia mulai melakukan riset sejak tahun 2006 dan dikembangkan pada 2011 melalui pemberdayaan petani. Sejak pertengahan 2019 Anshar mulai melakukan pendampingan petani di Blitar, khususnya Kecamatan Wates. Saat itu jumlahnya hanya 1-2 petani.
 
Namun melalui getuk-tular dan dibantu penyuluh, perkembangan pendampingan teknologi Biosaka sudah mulai diuji coba pada skala luas.
 
“Kini terdapat sekitar 200 ha tanaman yang sudah mengaplikasikan Biosaka di daerah Blitar karena selama ini Biosaka sudah terbukti meningkatkan produksi padi dan hortikultura meski pupuknya dikurangi hingga separuh,” akunya.
 
 
Bahan Baku
 
Mengenai bahan baku dan pembuatan Biosaka, Anshar menerangkan, minimal 5 jenis rerumputan dan daun tanaman berpohon sedang yang pertumbuhannya optimal. Ciri-cirinya yaitu daun dalam keadaan sehat, tidak terserang hama, jamur, virus seperti bercak pada daun yang menunjukkan gejala serangan OPT; dengan warna hijau segar, tidak terlalu tua atau muda, dan tidak boleh dari daun berlendir.
 
“Dan tidak jarang, tanaman yang digunakan tersebut biasanya oleh sebagian besar petani dianggap sebagai gulma yang harus dibersihkan atau tidak bermanfaat. Tanaman tersebut tumbuh di pematang, pekarangan rumah, lahan yang terlantar. Dan apabila sudah dibersihkan, tanaman ini tetap kembali tumbuh di lokasi tersebut,” urai Anshar yang telah berkeliling Indonesia, termasuk Lampung untuk menyosialisasikan Biosaka. 
 
Lalu, pilihlah bahan yang terbaik hingga sebanyak satu genggaman tangan. Bahan-bahan tersebut dimasukkan ke dalam ember berisi 5 liter air, kemudian diremas pelan memutar dan diselingi dengan adukan. Peremasan pelan dilakukan sekitar 20-30 menit. Setelah itu,berikan penekanan lebih kuatsambil terus diselingi dengan pengadukan.
 
Peremasan bahan baku dihentikan bila air sudah sedikit berbusa, warnanya menjadi coklat gelap, homogen atau tidak mengendap dan tidak berubah warna menjadi bening, serta tidak mengeluarkan gas meskipun disimpan dalam waktu yang lama.
 
Beberapa jenis tanaman yang biasa digunakan sebagai bahan baku pembuatan Biosaka, misalnya babadotan (Ageratum conyzoides L), tutup bumi (Elephantopus mollis Kunth), kitolod (Hippobroma longiflora), maman ungu (Cleome rutidosperma), patikan kebo (Euphorbia hirta L), meniran (Phyllanthus niruri L), anting-anting (Acalypha australis L), jelantir (Erigeron sumatrensis Retz), sembung (Bacch aris balsamifera L.), sembung rambat (Eupatorium denticulatum Vahl) dan sebagainya.
 
Ketika senyawa fitokimia dalam sampel bahan baku Biosaka diuji di salah satu laboratorium Liquid Chromatography Mass Spectrofotometry (LCMS), ditemukan kandungan alkaloid yang berguna sebagai pelindung tanaman dari penyakit dan serangan hama, pengatur perkembangan, dan mineral basa guna mengatur keseimbangan ion pada bagian-bagian tanaman.
 
Di antara kandungan alkaloid itu adalah flavonoid yang mengatur pertumbuhan juga sebagai antioksidan dan antibakteri. Lalu, terpenoid yakni hormon pertumbuhan tanaman, antifeedant serangga, dan antibakteri. Ada juga Steroid yang berperan dalam meningkatkan laju perpanjangan sel tumbuhan, merangsang pertumbuhan pucuk daun, meningkatkan resistensi terhadap stres lingkungan.
 
Adapun kandungan lainnya yakni tanin yang berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari hama dan antibakteri. Saponin sebagai antimikroba, menghambat jamur, dan melindungi tanaman dari serangan serangga. Kemudian, fenolik yang berguna untuk melindungi tanaman terhadap sinar UV-B dan kematian sel, melindungi DNA dari dimerisasi dan kerusakan. Terakhir, kuinon yang berperan dalam repirasi sel dan fotosintesis, antibakteri, serta antifungi.
 
 
Aplikasi
 
Pengaplikasian Biosaka menggunakan sprayer (semprotan) dengan cara posisi nozzle menghadap ke atas sekitar semeter di atas tanaman, sekali lewat alias tidak diulang-ulang. Nozzle diatur menghasilkan driftseperti kabut. Penyemprotan harus memperhatikan arah angin sehingga penyebaran partikel larutan mengarah pada daun tanaman sasaran secara merata. Waktu penyemprotan bebas di pagi, siang, atau sore hari.  Pada saat angin bertiupjustru akanlebih baik agar partikel bisa menyebar lebih luas.
 
Anshar menjelaskan, dosis aplikasi Biosaka cukup 40 ml larutan dicampur 15 liter air buat satu kali penyemprotan untuk tanaman seluas 1.000 m2, atau 400 ml untuk 1 ha tanaman padi. Sedangkan untuk tanaman cabai, tomat, dan kacang tanah,dosisnya20-30 ml per tangki sprayer. “Penyemprotan padi dari mulai tanam sampai panen dilakukan sekitar 7 kali dengan interval 10-14 hari. Biosaka bisa diaplikasikan pada semua tanaman, termasuk tanaman perkebunan,” ungkapnya yang ditemui AGRINA di Kantor Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Lampung di Bandarlampung, baru-baru ini. 
 
Anshar yang ada saat itu melakukan presentasi dan praktik pembuatan Biosaka di depan pejabat dinas pertanian (distan) se-Provinsi Lampung, selain disemprot, Biosaka juga bisa dikocor untuk tanaman yang sulit disemprot, seperti singkong, karet, dan sawit yang sudah tinggi. Lalu, benih tanaman juga bisa direndam dengan Biosaka sebelum ditanam agar pertumbuhannya cepat dan bebas hama dan penyakit.
 
 
Sosialisasi dan Bimtek
 
Kepala Bidang Tanaman Pangan, Distan Provinsi Lampung, Ida Rachmawati yang memimpin acara presentasi pembuatan Biosaka mengaku, pihaknya memfasilitasi Anshar memberikan penyuluhan kepada kelompok tani di sejumlah kabupaten di Lampung. Karena waktu kunjungan Anshar ke Lampung terbatas, maka presentasi dan praktik pembuatan Biosaka digelar di kantor Distan yang disiarkan secara online melaui kanal Zoom Meeting sehingga bisa diikuti para petani dari berbagai daerah.
 
Ida menilai, Biosaka sungguh tepat untuk dikembangkan di Lampung sebagai sentra padi, jagung, singkong, dan tanaman hortikultura di tengah keterbatasan alokasi pupuk subsidi dari pemerintah. Jika sebelumnya alokasi pupuk subsidi untuk 37 jenis komoditas, kini tinggal 9 komoditas, minus singkong di mana Lampung merupakan sentra utama. Lalu, pupuknya pun tinggal 2 jenis yakni urea dan NPK.
 
“Kondisi ini ‘kan kontradiksi. Petani ditarget untuk meningkatkan produksi, sebaliknya volume dan alokasi pupuk subsidi terus dikurangi. Apalagi, ada kabar terjadi pula pemalsuan pupuk yang harus kita awasi,” ungkapnya.
 
Untuk itu, Distan Provinsi Lampung mendorong petani untuk segera mengaplikasikan Biosaka pada tanamannya.Selain bahan bakunya banyak tersedia di sekitar lahan, proses pembuatandan aplikasinya juga mudah.
 
“Apalagi, di Lampung sudah terdapat sejumlah petani binaan Anshar yang sukses menggunakan Biosaka guna meningkatkan produksi tanamannya. Jadi bagi petani yang masih ragu, silakan studi banding dan belajar cara pembuatan dan aplikasi Biosaka,” tutur Ida yang berharap Biosaka bisa menjadi solusi bagi petani Lampung mengatasi kekurangan pupuk.
 
Selama seminggu di Lampung, Anshar melakukan bimtek (bimbingan teknis) pembuatan Biosaka kepada para petani di Kota Metro, Bandarlampung, Lampung Timur, Lampung Tengah, Pesawaran, Tulangbawang, dan Tanggamus. Di Lampun Timur, Biosaka sudah diaplikasikan pada tanaman padi dan jagung. Sementara, di Lampung Tengah Biosaka diaplikasikan pada tanaman sorgum dan jagung. Lalu di Pesawaran dan Tanggamus, Biosaka diaplikasikan pada tanaman sayur-mayur.
 
 
 
 
Syafnijal Datuk Sinaro (Lampung)

 

 
Agrina Update + Moment Update + Cetak Update +

Artikel Lain